Oleh: DR.H. Abd.Kadir Riyadi, MA
Dzikir adalah ibadah yang fleksibel, bisa dilakukan dimanapun, kapanpun tak ada waktu yang mengikat seperti sholat yang telah ada waktunya sendiri-sendiri. Tidak seperti puasa Romadhon yang ada waktunya sendiri-sendiri. Anjuran dari pada al-Quran adalah seperti yang disebutkan dalam surat Al-Ahzab (33) 41. Maknanya:” Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada Nya diwaktu pagi dan petang.” Allah berfirman dalam surat Al Ankabut (29) 45. Maknanya: ”Bacalah apa yang telah diwahyuhkan kepadamu, yaitu Al kitab (Al Quran) dan dirikanlah sholat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain) dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Ada beberapa orientalis yang melakukan penafsiran aneh dan tentu tidak bisa diterima. Katanya menurut ayat ini, sholat itu tidak wajib kalau sudah berdzikir, karena Dzikir itu lebih besar dari pada shalat, maka kalau sudah dzikir tidak perlu shalat. Begitulah orientalis memahami kalimat seperti itu, karena tujuan mereka adalah menghancurkan islam dari dalam, dan penafsiran seperti itu di amini oleh beberapa temen kita yang menganut paham-paham seperti itu tentu sebuah pemahaman yang salah. Untuk itu, saya menelaah makna kalimat waladzikrullohi akbar ( sungguhdzikir kepada Allah itu lebih besar ) dari beberapa ahli tafsir, danmenemukan ada 7 pemaknaan / penafsiran dari kalimat tersebut.
Pertama, mengatakan bahwa bersama dengan sholat dzikir itu adalah ibadah yang terbesar. Kalau soal shalat sudah tidak terhitung jumlahnya ulama para kyai yang mencoba untuk menguak betapa hebatnya shalat. Karena itu ada shalat bahagia, shalat ditinjau dari segi kesehatan dan sebagainya.
Kedua, mengatakan bahwa kalau kita mengingat Allah dalam shalat, dzikir kepada Allah dalam shalat. Sehingga tujuan shalat adalah mengingat Dzikir (mengingat Allah). Kalau kita mengingatAllah dalam shalat, maka Allah akan mengingat kita.
Penafsiran Ketiga, menggabungkan kalimat fahsyaa’ dan mungkar dengan dzikir. Sehingga dzikir itu lebih besar daripada kekejian dan kemungkaran. Artinya bahwa orang yang rajin dzikir, tidak mungkin akan berbuat keji atau mungkar.
Penafsiran keempat mengatakan bahwa dzikir merupakan ucapan yang paling agung dalam shalat, dan shalat itu sesungguhnya isinya tidak lain adalah dzikir.
Penafsiran yang kelima adalah penafsiran Ibnu Tamimiyah. Ia berkata :”Sesungguhnya di dalam shalat itu ada upaya untuk menghalau sesuatu yang tidak disenangi oleh Allah SWT yakni kekejian dan kemungkaran, untuk mendapatkan cinta Allah” dan pada saat yang sama bertujuan menggapai ridha Allah SWT. Sehingga tujuannya seperti pedang bermata dua, yang pertama dalam rangka melawan kemungkaran dan kekejian, yang kedua adalah dalam rangka menggapai ridho Allah SWT.
Keenam, pendapat seorang ahli tafsir kontemporer Syekh AsySya’rawi, dia mengatakan bahwa yang dimaksud waladzikrullohiakbar ( sungguh dzikir kepada Allah itu lebih besar) adalah mengingat Allah diluar shalat. Kalau mengingat Allah saat sholat itu biasa,bukan pekara besar, sebab saat itu kita sedang berada dihadapan Allah SWT. Tetapi mengingat di luar shalat, missal saat pariwisata, dari pada perjalanan berjam-jam bengong, ngrumpi, ngobrol nggak karuan, kemudian dia berdzikir kepada Allah ,inilah yang dimaksud dengan waladzi-krullohi akbar (sungguhdzikir kepada Allah itu lebih besar).
Ketujuh, pendapat seorang sahabat bernama Abdullah Bin Rabiahyang oleh Ibnu Abbas di sebut sebagai pendapat yang aneh (ro’yun‘ajiib). Suatu hari Ibnu Abbas bertanya kepada sahabat-sahabatnya maa taquuluuna fii qauliihi ta’aalaa waladzikrullohi akbar (apa pendapat kalian tentang firman Allah yang mempunyai wala dzikrullohi akbar ) Abdullah bin Rabiah menjawab: MembacaAl-Quran itu baik, baca tasbih baik, baca tahmid baik, baca takbirbaik, baca tahlil juga baik, tetapi yang lebih baik/paling akbaradalah an tadzkurullaaha ‘indal ma’shiyah wa tabta’id ‘anhaa (berdzikir ketika hendak melakukan maksiyat, lalu menjauhinya). Seorang yang hendak bermaksiat kepada Allah, lalu ingat kepada Allah, kemudian tidak jadi dan menjauhkan diri dari bermaksiyat. Perbuatan seperti inilah yang dikatakan Abdullah bin Robiahdzikir yang paling baik (akbar). Karena seseorang yang sudah terjerat pada jaringan kemaksiyatan, akan sangat sulit melepaskan diri. Misalnya di kantor ada uang Negara yang kalau kita menggunakan uang itu, tidak ada satupun orang yang tahu, aman untuk digunakan, tetapi dalam hatinya ingat Allah,takut kepada Allah, lalu menjauh kan diri dari berbuat korupsi ini, maka itulahdzikrul akbar (dzikir yang paling besar).
Sumber : Lembar Jum'at Masjid Al-Akbar Surabaya