Jumat, 08 Mei 2015

Hanya ALLAH TEMPAT BERGANTUNG

Pernahkah kita merasa begitu gundah? kehilangan arah kemana kaki melangkah? lalu tiba-tiba pikiran jadi kacau, stress, depresi, resah dan sejenisnya? tentu hampir setiap orang pernah mengalaminya. Ibarat air laut, kadang pasang dan kadang surut, ibarat roda yang selalu berputar, kadang hidup di atas, dilain waktu berpindah ke bawah.

Bisa saja kita menganggap hal itu hanya rutinitas hidup belaka. Tapi rutinitas bukan berarti kita tidak perlu mencari arti rahasia dibalik itu semua. Yang paling mendasar diantaranya adalah

bahwa dibalik rutinitas itu ada hubungan istimewa antara kita dengan Allah. Yaitu bahwa kita sangat lemah dan Allah sangat Maha perkasa.

Banyak bertebaran ayat-ayat-Nya yang menguatkan pernyataan di atas. Kita bisa ambil contoh : "Atau siapakah yang telah menciptakan langit dan bumi dan yang menurunkan air untukmu dari langit, lalu kami tumbuhkan dengan air itu kebun-kebun yang indah yang kamu sekali-kali tidak mampu menumbuhkan pohonnya? Apakah disamping Allah ada Tuhan yang lain?" "Atau siapakah yang telah menjadikan bumi sebagai tempat berdiam dan yang telah menjadikan sungai-sungai dicelah-celahnya dan yang menjadikan gunung-gunung untuk mengokohkannya dan menjadikan pemisah antara dua laut? Apakah disamping Allah ada Tuhan yang lain?" (QS An Naml : 60-62)

Ayat-ayat di atas menegaskan bahwa tak ada ruang kehidupan yang lepas dari kekuasaan Allah. Tak ada makhluk yang bisa lepas dari bergantung pada Allah, tidak juga manusia. Menyikapi ketergantungan kepada Allah ini, setidaknya manusia terbagi menjadi lima tipe :

1. Merasa tidak perlu sama sekali kepada Allah.

Orang macam ini kalaupun ada saat-saat dimana ia melihat kekuasaaan Allah terjadi, ia tetap akan mencari pembenaran lain. Orang dengan tipe ini sebenarnya telah mati sebelum ia mati (bangkai hidup). Sejak dulu orang dengan tipe ini sangat banyak bertebaran. Bedanya kalau dulu mereka bodoh, tapi sekarang mereka menentang dengan peradabannya. Iptek telah menuhankan akal mereka sekaligus haa nafsu mereka.

Kini dalam kapasitas pribadi maupun bangsa, banyak orang yang merasa tak perlu dengan Allah. Anak-anak muda pecandu narkoba dengan enteng mengatakan bahwa soal mati tak perlu dipikirkan. Atau pria wanita yang tenggelam dalam kubangan dosa, para pejabat, dan penguasa yang mencuri, merampok, mendzalimi hak-hak yang lain, gadis-gadis yang mengumbar murah kehormatan dirinya, bangsa-bangsa yang membunuh ribuan nyawa demi ambisi politiknya.

Akhirnya orang-orang yang tidak perlu dengan Allah ini pun dibiarkan oleh Allah, sedang di akherat mendapat siksa pedih. "...Lalu mereka ingkar dan berpaling. Dan Allah tidak memerlukan mereka." (QS. At Taghabun : 6)

2. Merasa perlu hanya pada saat-saat sulit.

Tipe kedua ini orang-orang yang merasa perlu dengan Allah ketika mendapatkan kesulitan, namun pada saat lapang ia kembali lupa dan lengah. Dalam kehidupan sehari-hari, tipe kedua ini sering kita temukan atau mungkin kita sendiri?
Ketika susah ia ingat kepada Allah, namun ketika hidup telah makmur, ia lupa kepada Allah. Seperti kisah Qarun, kekayaannya telah membuat ia lupa. Bahkan ia mengatakan bahwa kekayaannya itu hasil jerih payahnya sendiri.

Ketika mendapat musibah, sakit, ditinggal pergi keluarga tercinta, gagal ujian, saat hendak mencari pekerjaan, banyak orang berbondong-bondong mendekat kepada Allah. Tapi kedekatan itu tumbuh sesaat, lalu layu sebelum berkembang. Inilah yang dimaksud Allah dalam firman-Nya :
"Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan." (QS Yunus : 12 )

3. Merasa perlu tapi bersikap jual mahal

Tipe ini dengan gamblang dicontohkan oleh orang-orang bani Israel. Al-Qur'an berkali-kali menggambarkan karakter bani israel yang kadang perlu kepada Allah. Tapi pada saat yang sama ia enggan menampakkan keperluannya.

Perhatikan misalnya firman-firman Allah yang mengisahkan sikap mereka. Dalam sebuah dialog yang mengesalkan mereka selalu menyebut Allah sebagai Tuhannya Musa. Ketika mereka diperintahkan menyembelih seekor sapi betina, mereka banyak sekali cerewetnya. Lihat misalnya penggalan dialog itu "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar dia menjelaskan pada kami sapi betina apakah itu". (QS Al Baqarah : 68) Begitu seterusnya pada ayat-ayat berikutnya. Berkali-kali mereka menyebut Allah sebagai Tuhannya Musa dan bukannya mereka berkata "Tuhan kita".

Hari-hari ini tipe ketiga ini banyak dipraktekkan oleh para politikus. Betapa banyak mereka yang mendekat kepada Islam demi kelanggengan karir politik mereka. Memang hanya Allah yang tahu isi hati mereka. Tapi sepanjang sejarah sejak order lama hingga order baru lalu sesudahnya terlalu kenyang kita menyaksikan penguasa bertipe bani israel. Ironisnya ada saja ulama yang diminta penyambung lidah antara penguasa itu dengan Allah dengan pesanan fatwa-fatwa.

4. Merasa perlu tetapi merasa tidak mampu

Ini diterapkan oleh orang-orang jahiliyah. Itupula yang mengantarkan mereka kepada kemusyrikan. Mereka meyakini Allah tapi tak pernah mencapai ilmu pengetahuan yang benar tentang Allah. Lalu muncullah ilustrasi fisik tentang tuhan berupa patung-patung roti dan lain-lain. Karenanya orang-orang jahiliah yang menyembah berhala itu beralasan : "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya." (QS. Az-Zumar : 3)

Ini tindakan salah bahkan diharamkan. Dalam perkembangan kehidupan modern, tipe keempat ini banyak menimpa masyarakat. Bentuknya juga bermacam-macam. Ada yang percaya kepada dukun, patung, dan ramalan-ramalan.

5. Merasa perlu dengan memadukan antara harapan dengan kekhawatiran.

Mereka ini tipe manusia yang sepenuh hati meresa perlu dan selalu bergantung pada Allah. Sikap mereka ini seperti kata Sufyan bin Uyyainah "Segala sesuatu bila kamu takuti maka kamu akan menjauhinya, kecuali takut kepada Allah, Justru kamu harus mendekatinya." 

Tipe terakhir inilah yang paling benar. Dengan memadukan antara khouf dan raja' (kekhawatiran dan pengharapan). Artinya sebagai seorang mukmin mereka memainkan seni bergantung kepada Allah yaitu antara mengharap rahmatnya dengan takut kepada adzabnya.

Orang tipe kelima ini bukan berarti kumpulan orang-orang yang maksum tanpa dosa. Mereka kadang salah tetapi mereka segera tahu bagaimana dan dengan apa membersihkan diri itu. Tipe kelima inilah yang harus kita pilih, kita dituntut mengenali diri kita. Bila hati kita cenderung lengah, maka yang harus dimunculkan adalah sisi khouf dengan cara misalnya melakukan muhasabah, tafakkur, ingat mati, ziarah kubur dan lain-lain. Bila hati kita didominasi rasa takut, merasa tak mungkin lagi merasa baik maka isi yang harus diangkat adalah raja'. Dengan cara misalnya membaca ayat-ayat yang berisi pengampunan bahwa Allah mengampuni dosa hambanya, membaca hadist tentang keutamaan taubat, membaca kisah-kisah orang yang berdosa lalu bisa kembali ke jalan Islam.

Wallahu A'lam bish Showab.