Jumat, 19 Februari 2016

Kesehatan Jasmani dan Rohani


Oleh KH. Ali Maschan Moesa, 
Dakwah Jum'at Al-Akbar Edisi 274 | 11 Maret 2016

Berbicara kesehatan jasmani dan rohani, pada dasarnya sudah berbicara hakekat ajaran Islam, yakni rahmatan lil aalamiin (rahmat bagi seluruh alam). Dari kitab tafsir yang ada, yang dimaksud rahmatan lil aalamiin ada tiga hal. Pertama, an yakuuna kullu fardin mashdara lil khairin li jamaa’atihi (agar masing-mmasing pribadi, menjadi sumber kebaikan bagi kelompoknya). Kedua, iqaamatul 'adaalah (menegakkan keadilan). Pada umumnya mayoritas bicara menegakkan hukum, tetapi dalam kontek Islam penegakan hukum itu alat, instrument untuk mewujudkan suatu keadilan. Sebab bisa saja penegakan hukum itu justeru bertujuan penghianatan terhadap hukum. Sebab itu Rasulullah SAW mengingatkan, bahwa orang yang bekerja di ranah hukum harus hati-hati, karena hakim ada tiga, yang satu masuk surga, sedang yang dua masuk neraka. Ketiga, tahqiiqul mashlahah (mewujudkan kemaslahatan). Dari ketiga itu, intinya kemaslahatan, baik kemaslahatan pribadi maupun umum. Dan kemaslahatan itu bermula dari kesehatan jasmani dan rohani.

Para Ulama menjelaskan bahwa kemaslahatan itu ada lima hal yang paling pokok. Pertama, al muhaafadhah ‘alad diin (menjaga agama). Menjaga kesucian agama, merupakan modal kesehatan lahir dan bathin. Kedua, almuhaafadhah ‘alaa an nafs (menjaga jiwa). Membunuh orang lain tidak dibenarkan, walaupun atas nama Islam. (QS. An Nisa’ [4] : 93). Yang maknanya : Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja Maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.

Ketiga, al muhaafadotu alan nasl (menjaga keturunan). Keempat, al muhaafadhotul alal aql (menjaga akal). Akal juga harus dijaga. Oleh sebab itulah, kemudian minuman keras diharamkan, karena akan mempengaruhi kesehatan akal. Kelima, al muhaafadhotu alal maal (menjaga harta). Hak milik harta memang Allah, tetapi manusia mempunyai hak pinjam sementara. Maka, tidak boleh harta yang sudah dipinjamkan kepada seseorang, kemudian orang lain mengambil tanpa ijin, karena dia juga harus menjaganya dan nanti akan dipertanggung-jawabkannya.

Dalam menjaga kesehatan jasmani dan rohani, maka Rasulullah SAW lah sebagai suri tauladan yang harus kita contoh. Konon, selama hidup Rasulullah SAW hanya sakit dua kali. Yaitu setelah menerima wahyu pertama, ketika itu beliau mengalami ketakutan yang sangat sehingga menimbulkan demam hebat. Yang satunya lagi menjelang beliau wafat. Saat itu beliau mengalami sakit yang sangat parah, hingga akhirnya meninggal. Ada pula yang menyebutkan bahwa Rasul mengalami sakit lebih dari dua kali.

Berapapun jumlahnya dua, tiga atau empat kali, memperjelas bahwa beliau memiliki fisik sehat dan daya tahan luar biasa. Padahal kondisi alam Jazirah Arabia waktu itu terbilang keras, tandus dan kurang bersahabat. Siapapun yang mampu bertahan puluhan tahun dalam kondisi tersebut plus berpuluh kali peperangan yang dijalaninya, pastilah memiliki daya tahan tubuh yang hebat.

Mengapa Rasulullah SAW jarang sakit? Pertanyaan ini menarik untuk dikemukakan. Secara lahiriah, Rasulullah SAW jarang sakit karena mampu mencegah hal-hal yang berpotensi mendatangkan penyakit. Dengan kata lain beliau sangat menekankan aspek pencegahan daripada pengobatan. Jika kita telaah Al-Qur’an dan Al-Sunnah, maka kita akan menemukan sekian banyak petunjuk yang mengarah pada upaya pencegahan. Hal ini mengindikasikan betapa Rasulullah SAW sangat peduli terhadap kesehatan. Ada beberapa kebiasaan positif yang membuat Rasulullah SAW selalu tampil fit dan jarang sakit. Diantaranya :

Pertama, selektif terhadap makanan. Tidak ada makanan yang masuk ke mulut beliau, kecuali makanan tersebut memenuhi syarat halal dan thayyib (baik). Halal berkaitan dengan urusan akhirat, yaitu halal cara mendapatkannya dan halal barangnya. Sedangkan thayyib berkaitan dengan urusan duniawi, seperti baik tidaknya atau bergizi tidaknya makanan yang dikonsumsi. Salah satu makanan kegemaran Rasul adalah madu. Beliau biasa meminum madu yang dicampur air untuk membersihkan air liur dan pencernaan. Rasul bersabda, “Hendaknya kalian menggunakan dua macam obat, yaitu madu dan Al-Qur’an” (HR. Ibnu Majah dan Hakim)

Kedua, tidak makan sebelum lapar dan berhenti makan sebelum kenyang. Aturannya, kapasitas perut dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu sepertiga untuk makanan (zat padat), sepertiga untuk minuman (zat cair), dan sepertiga lagi untuk udara (gas). Beliau bersabda : “Anak Adam tidak memenuhkan suatu tempat yang lebih jelek dari perutnya. Cukuplah bagi mereka beberapa suap yang dapat memfungsikan tubuhnya. Kalau tidak ditemukan jalan lain, maka (ia dapat mengisi perutnya) dengan sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiganya lagi untuk pernafasan” (HR Ibnu Majah dan Ibnu Hibban).

Ketiga, makan dengan tenang, tumaninah, tidak tergesa-gesa, dengan tempo sedang. Apa hikmahnya? Cara makan seperti ini akan menghindarkan tersedak, tergigit, kerja organ pencernaanpun jadi lebih ringan. Makan pun bisa dikunyah dengan lebih baik, sehingga kerja organ pencernaan bisa berjalan sempurna. Makanan yang tidak dikunyah dengan baik akan sulit dicerna. Dalam jangka waktu lama bisa menimbulkan kanker di usus besar.

Keempat, cepat tidur dan cepat bangun. Beliau tidur di awal malam dan bangun pada pertengahan malam kedua. Biasanya, Rasulullah SAW bangun dan bersiwak, lalu berwudhu dan shalat sampai waktu yang diizinkan Allah. Beliau tidak pernah tidur melebihi kebutuhan, namun tidak pula menahan diri untuk tidur sekadar yang diibutuhkan. Penelitian Daniel F Kripke, ahli psikiatri dari Universitas California menarik untuk diungkapkan. Penelitian yang dilakukan di Jepang dan AS selama 6 tahun dengan responden berusia 30-120 tahun mengatakan bahwa orang yang biasa tidur 8 jam sehari memiliki resiko kematian yang lebih cepat. Sangat berlawanan dengan mereka yang biasa tidur 6-7 jam sehari. Nah, Rasulullah SAW biasa tidur selepas Isya untuk kemudian bangun malam. Jadi beliau tidak tidur lebih dari 8 jam.

Cara tidurnya pun sarat makna. Ibnul Qayyim Al Jauziyyah dalam buku Metode Pengobatan Nabi mengungkapkan bahwa Rasul tidur dengan memiringkan tubuh ke kanan, sambil berzikir kepada Allah hingga matanya terasa berat. Terkadang beliau memiringkan badannya ke sebelah kiri sebentar, untuk kemudian kembali ke sebalah kanan. Tidur seperti ini merupakan tidur paling efisien. Pada saat itu makanan berada dalam posisi yang pas dengan lambung sehingga dapat mengendap secara proporsional. Lalu beralih ke sebelah kiri sebentar agar proses pencernaan makanan lebih cepat karena lambung mengarah ke liver, baru kemudian berbalik lagi ke sebelah kanan hingga akhir tidur agar makanan lebih cepat tersuplai dari lambung. Hikmah lainnya, tidur dengan mirik ke kanan menyebabkan beliau lebih mudah bangun untuk shalat malam.

Kelima, istiqamah melakukan puasa sunnat, di luar puasa Ramadhan. Karena itu, kita mengenal beberapa puasa sunnat yang beliau anjurkan, seperti Senin dan Kami, ayyamul bith (Hari putih tgl : 14,15 dan 16 bulan Hijriyah), puasa Daud, puasa enam hari di bulan syawal dsb. Puasa adalah perisai terhadap berbagai macam penyakit jasmani maupun rohani. Pengaruhnya dalam menjaga kesehatan, melebur berbagai ampas bahaya sangat luar biasa. Puasa menjadi obat penenang bagi stamina dan organ tubuh sehingga energinya tetap terjaga. Puasa sangat ampuh untuk detoksifikasi (pembersihan racun) yang sifatnya total dan menyeluruh. Dan selain lima cara hidup sehat ini, masih banyak kebiasaan Rasulullah SAW yang layak kita teladani.

Yang tak kalah penting dari ikhtiar lahir. Rasulullah sangat mantap dalam ibadah ritualnya, khususnya dalam Shalat. Beliau pun memiliki keterampilan paripurna dalam mengelola emosi, pikiran dan hati. Penelitian-penelitian terkini dalam bidang kesehatan membuktikan bahwa kemampuan dalam mengelola hati, pikiran dan perasaan, serta intensif dengan Dzat Yang Maha Tinggi akan menentukan kualitas kesehatan seseorang, jasmani maupun rohani.


Wallahu a’lam