Haruslah setiap saat bahwa kita mengakui dan menyadari untuk menjadikan Allah SWT sebagai pusat kehidupan, mina Allah, ila Allah, ma'a Allah dan lilLah SWT. Bukan sekedar kesadaran dalam perkataan semata. Akan tetapi kesadaran itu harus merasuk ke dalam setiap dimensi kehidupan. Saat tidur maupun bangun tidur, sedang bekerja maupun bersantai. Bila sedang sendiri maupun sedang bersama dengan teman yang lain. Hidup kita selalu berada bahwa Allah adalah pusat segalanya. Bila kesadaran ini di jaga maka akan muncul sikap muraqobah (sadar penuh merasa diintai oleh Allah SWT). Sikap muraqobah itu akan menjaga kita dari berbuat jahat dan berbuat dosa. Sikap itu pula yang akan menghindari kita dari sikap putus asa.
Dalam Al-Qur'an surat Al-Hadid ayat 4 Allah SWT telah berfirman yang artinya :
"Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam hari : Kemudian Dia bersemayam diatas Arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar dari padanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya. Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan." Dalam ayat ini Allah mengabarkan kepada kita bahwa Allah bersama kita di mana saja kita berada.
Kebersamaan Allah dengan kita, dimanapun kita berada, merupakan rahmat yang sangat besar. Kita tidak mungkin mengabaikan keberadaan-Nya di sisi kita. Bahkan kita harus berusaha mendekatkan diri kepada-Nya. Bila kita telah sedekat-dekatnya dengan Allah SWT, niscaya tidak ada yang perlu dirisaukan di dunia ini, semua masalah pasti akan terselesaikan. Problem kehidupan tidak lagi menjadi rintangan, bahkan sebaliknya akan berbalik menjadi energi dalam hidup ini.
Untuk bisa dekat dengan Allah SWT maka kata kuncinya adalah iman dan taqwa. Kita tidak mungkin bisa dekat dengan Allah, sementara kita tidak beriman. Iman adalah modal kita, iman adalah tempat kita berpijak. Dari sinilah semuanya berawal, dari sinilah semuanya bermula. Dalam iman itu, hati kita dalam genggaman Allah SWT. Dialah yang membolak balikkan keadaan hati kita. Karena itu Rasulullah selalu mengajak kita untuk berdo'a, yaitu : Ya muqolliba al-Qulub, tsabbit qolbi ala dinik wa'ala tha'atik.
Hati (qolb) yang merupakan unsur kelima dari unsur-unsur yang ada pada diri manusia yang merupakan unsur terpenting untuk menjalani kehidupan. Qolb berarti segumpal daging yang berbentuk bundar memanjang, terletak pada pinggir kiri dada kita. Lubang-lubang hati ini diisi dengan darah hitam yang merupakan sumber dan tambang nyawa atau ruh. Secara psikis, qolb berarti yang halus, dan ruhani. Hati adalah yang bisa menembus ruang dan waktu, merasa, berdialog,berinteraksi dengan siapapun, termasuk dengan Allah SWT. Bahkan Rasulullah SAW memberitahu kita bahwa hati menjadi utama dan penentu kualitas hidup kita, yang artinya : "Ketahuilah bahwa di dalam tubuh ini ada segumpal darah (daging). Jika ia baik, maka seluruh tubuh pun akan rusak. Ketahuilah, ia adalah qolb".
Imam Al-Ghozali mengatakan, meskipun hati bisa memiliki kemampuan yang luar biasa, namun ia juga bisa tidak memiliki apa-apa. Hal ini akan terjadi apabila hati terhalang berbagai persoalan yang menjadi tabir (hijab) berkembangnya potensi hati. Persoalan yang menjadi tabir itu adalah antara lain : Yang pertama dosa, setiap kali seseorang melakukan dosa, akan tertoreh nuklah (titik) hitam di atas hatinya dan semakin banyak titik hitam itu maka akan semakin kotorlah hatinya dan yang kedua cinta dunia. Kecintaanya kepada dunia yang berlebihan dan segala hal yang berbau materialis menjadi tabir yang serius.
Oleh karena itu untuk mendidik hati dan menjadikan hati menjadi bening dan bersih, maka para ahli tasawuf memberikan jalan sebagai berikut :
1. Bertaubat
Rasulullah SAW bersabda yang artinya "Tidak menjadi dosa besar perbuatan yang disertai istighfar dan bukanlah dosa kecil sekiranya dilakukan secara terus-menerus". (At Tirmizi). Rasulullah SAW bersabda lagi. "Siapa yang melakukan satu dosa, maka akan tumbuh pada hatinya satu titik hitam, sekiranya dia bertaubat akan terkikislah titik hitam itu di hatinya. Jika dia tidak bertaubat, maka titik hitam itu akan terus bertambah, hingga seluruh hatinya menjadi hitam". (Ibn Majah)
Rasulullah SAW bersabda yang artinya "Tidak menjadi dosa besar perbuatan yang disertai istighfar dan bukanlah dosa kecil sekiranya dilakukan secara terus-menerus". (At Tirmizi). Rasulullah SAW bersabda lagi. "Siapa yang melakukan satu dosa, maka akan tumbuh pada hatinya satu titik hitam, sekiranya dia bertaubat akan terkikislah titik hitam itu di hatinya. Jika dia tidak bertaubat, maka titik hitam itu akan terus bertambah, hingga seluruh hatinya menjadi hitam". (Ibn Majah)
Kita senantiasa berbuat dosa. Dosa-dosa itulah yang menjadi hijab (penghalang) antara hamba dengan Allah SWT dan karenannya juga Allah memandang hamba-Nya itu dengan penuh benci dan murka sehingga terhijab seluruh rahmat dan kasih sayang-Nya. Bila ini terjadi, apa saja amal ibadah dan kebajikan yang kita perbuat, Allah tidak memandang dan tidak menerima. Yakni pahalanya tergantung atau tidak akan sampai kepada Allah. Bahkan bukan itu saja, di akherat besok, Allah akan menghukum dengan Neraka yang maha dahsyat. Oleh karena itu wajib setiap hamba Allah itu bertaubat dengan segera terutama apabila melakukan dosa dan kesalahan.
Taubat artinya kembali merujuk kepada Allah yang Maha Pengampun dan Maha Penyayang berserah diri pada-Nya dengan hati penuh penyesalan yang sungguh-sungguh. Yakni kesal, sedih, dukacita serta rasa tidak pantas atas dosa-dosa yang telah kita lakukan, sehingga kita menangis mengeluarkan air mata. Hati terasa hancur mengingat dosa-dosa yang telah kita lakukan. Memohon mudah-mudahan Allah memperhatikan kita. Memohon agar Allah yang Maha Pengampun akan mengampuni kita. Meminta agar Allah memandang dan memberi dengan penuh kasih sayang. Dan berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatan-perbuatan dosa itu.
Itulah pengertian taubat. Tidak sebagaimana orang memahami pengertian taubat selama ini. Kata mereka, cukup dengan hanya mengucapkan istighfar di mulut, "Astaghfirullahal azim". Hati tidak merasa bersalah dan berdosa. Tidak semudah itu Allah SWT hendak meneima taubat hamba-hamba Nya kecuali setelah menempuh syarat-syarat (proses) yang telah ditetapkan-Nya.
Syarat-syarat taubat kepada Allah SWT diantaranya adalah :
1. Menyesal dengan sungguh-sungguh atas dosa-dosa yang telah dilakukan. Yakni merasa kesal, sedih, duka cita, rasa tidak patut karena melanggar syariat Allah. Sekaligus datang perasaan menyerah diri kepada-Nya.
2. Berjanji dengan sungguh-sungguh tidak akan mengulangi lagi perbuatan yang menjadi larangan Allah itu.
3. Meninggalkan perbuatan yang mendatangkan dosa-dosa dengan Allah, baik dosa besar atau dosa kecil.
2. Muhasabah
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat) dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan" (QS. Al-Hasyr (59):18). Dari Syadad bin Aus r.a, dari Rasulullah SAW, bahwa beliau berkata "Orang yang pandai adalah orang yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri serta beramal untuk kehidupan sesudah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah orang yang dirinya mengikuti hawa nafsunya serta beranagan-angan terhadap Allah SWT". (HR. Imam Turmudzi).
Muhasabah (Instropeksi diri) berarti instropeksi akan dirinya sendiri, menghitung diri dengan amal yang telah dilakukan dari masa-masa yang telah lalu. Manusia yang beruntung adalah manusia yang mengerti akan dirinya sendiri. Dan manusia yang beruntung akan selalu mempersiapkan dirinya untuk kehidupan kelak yang abadi di yaumul akhir di akhirat yang pasti adanya.
Dengan melaksanakan muhasabah, seorang hamba akan selalu menggunakan setiap waktu dari detik, menit, jam dan harinya serta keseluruhan jatah umur kehidupannya di dunia dengan sebaik-baiknya demi meraih keridhoan Allah. Dengan melakukan penuh akan perhitungan baik itu dalam hal amal ibadah yang wajib dan sunnah. Serta juga muhasabah terhadap amalan sholeh amalan kebaikan yang berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat secara sosial dan kehidupannya sebagai seorang hamba kepada Allah Sang Khalik.
3. qona'an
Qana'ah artinya rela menerima dan merasa cukup dengan apa yang dimiliki, serta menjauhkan diri dari sifat tidak puas dan merasa kurang yang berlebihan. Qana'ah bukan berarti hidup bermalas-malasan, tidak mau berusaha sebaik-baiknya untuk menigkatkan kesejahteraan hidup. Justeru orang yang Qana'ah itu selalu giat bekerja dan berusaha, namun apabila hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan, ia akan tetap rela hati menerima hasil tersebut dengan rasa syukur kepada Allah SWT. Sikap yang demikian itu akan mendatangkan rasa tenteram dalam hidup dan menjauhkan diri dari sifat serakah dan tamak. Nabi Muhammad SAW bersabda ; "Abdullah bin Amru r.a. berkata : Bersabda Rasulullah SAW, sesungguhnya beruntung orang yang masuk islam dan rizqinya cukup dan merasa cukup dengan apa-apa yang telah Allah berikan kepadanya".(HR. Muslim)
Orang yang memiliki sifat Qana'ah memiliki pendirian bahwa apa yang diperoleh atau yang ada pada dirinya adalah ketentuan Allah. Firman Allah SWT : "Tiada sesuatu yang melata dibumi melainkan ditangan Allah rezekinya". (QS. Hud : 6)
4. Mempelajari syari'at dan memelihara sunnah Rasulullah
Syariat Islam adalah hukum atau peraturan Islam yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat Muslim. Selain berisi hukum dan aturan, syariat Islam juga berisi penyelesaian masalah seluruh kehidupan ini. Mala oleh sebagian penganut Islam, syariat Islam merupakan panduan menyeluruh dan sempurna seluruh permasalahan hidup manusia dan kehidupan dunia ini.
Sunnah adalah segalal sesuatu yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW baik perkataan, perbuatan, ataupun persetujuan. Sunnat pula berarti sesuatu yang pelakunya mendapat pahala dan tidak ada dosa bagi yang meninggalkannya. Diantara perbuatan sunnah yang sering dilakukan oleh Rasulullah adalah sebagai berikut :
1. Melakukan Shalat Tahajud
2. Membaca dan Mempelajari Al-Qur'an
3. Shalat Shubuh beerjama'ah di Masjid
4. Melakukan shalat dhuha
5. Bersedekah
6. Selalu dalam keadaan wudhu
7. Selalu berdzikir kepada Allah SWT
5. Berbudi pekerti yang luhur
Diantara sifat berbudi pekerti yang luhur diantaranya adalah bersikap jujur, amanah dan legawa, suka menunaikan janji, bersikap konsekuen dalam membayar hutang dan memiliki toleransi dalam menagih hutang, memberikan kelonggaran kepada orang yang berhutang dan kesulitan membayarnya, memahami kekurangan orang lain, memenuhi hak-hak orang lain, menghindari sikap menahan hak, menipu, manipulasi dan sejenisnya. Akhlak yang baik adalah tulang punggung agama dan dunia. Bahkan kebajikan itu adalah akhlak yang baik. Karena Nabi SAW diutus untuk menyempurnakan akhlak-akhlak yang mulia. Orang yang paling baik akhlaknya adalah orang yang paling disukai oleh Rasulullah dan paling dekat dengan majlis Nabi di hari Kiamat nanti. Orang yang berakhlak baik telah berhasil mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat.
6. Ikhlas dalam beramal
Ikhlas dalam beramal ibadah dan beramal shaleh adalah melakukan suatu amal kebaikan dan dalam melaksanakannya semata-mata untuk Allah. Al-Qur'an menyuruh kita ikhlas. Sebagaimana firman Allah yang artinya : "dan (aku telah diperintah): "Hadapkanlah mukamu kepada agama dengan tulus dan ikhlas dan janganlah kamu termasuk orang -orang yang musyrik". (QS. Yunus [10] : 105)
Rasulullah SAW mengingatkan, "Allah tidak menerima amal kecuali apabila dilaksanakan dengan ikhlas untuk mencari ridha Allah semata". (HR Abu Dawud dan Nasa'i). Imam Ali r.a juga berkata "Orang yang ikhlas adalah orang yang memusatkan pikirannya agar setiap amal diterima oleh Allah."
Kendati bersimbah peluh, menghabiskan tenaga, menguras pikiran, kalau tidak ikhlas, sebesar apapun amal akan sia-sia di mata Allah. Maka, sangat rugi orang yang bersedekah habis-habisan hanya ingin disebut dermawan.
Ikhlas berarti kita tidak mengharap siapapun selain Allah SWT untuk menjadi saksi atas perbuatan kita. Ikhlas akan membuat jiwa menjadi independen, merdeka, tidak dibelenggu pengharapan pujian, tidak haus akan imbalan. Hati menjadi tenang karena ia tidak diperbudak penantian mendapat penghargaan ataupun imbalan dari makhluk. Penantian adalah hal yang tidak nyaman, menunggu pujian atau imbalan adalah hal yang meresahkan, bahkan bisa mengiris hati bila ternyata yang datang sebaliknya. Orang yang tidak ikhlas akan banyak menemui kekecewaan dalam hidupnya, karena orang yang tidak ikhlas banyak berharap pada makhluk yang lemah.
Sumber : Buletin Jum'at Masjid Roudhotul Musyawaroh Kemayoran Surabaya Ed. 26/TH XXIV