Ada sebagian manusia yang Allah cukupkan (bahkan lebih)
nikmatnya pada satu sisi dimana orang-orang lain belum mendapatkannya. Misalnya
soal harta. Keadaan yang demikian sesungguhnya tidak bisa dipandang bahwa Allah
tidak adil dalam memberikan rizki kepada hamba-hamba-Nya.
Setidaknya kita bisa menyebutkan tiga hikmah dari kebajikan
Allah yang demikian. Pertama,
Allah sedang menguji manusia dengan kelebihan dan kekurangannya. Kedua, sesungguhnya Dia mencukupkan sebagian nikmat kepada sebagian hamba namun menahan nikmat yang lain pada sebagian hamba tersebut, sementara nikmat yang lain itu diberikannya kepada sebagian hamba yang lain. Dan ketiga, Allah jelas sangat ingin melihat seberapa bersyukurnya manusia akan apa yang dinikmatinya saat ini.
Allah sedang menguji manusia dengan kelebihan dan kekurangannya. Kedua, sesungguhnya Dia mencukupkan sebagian nikmat kepada sebagian hamba namun menahan nikmat yang lain pada sebagian hamba tersebut, sementara nikmat yang lain itu diberikannya kepada sebagian hamba yang lain. Dan ketiga, Allah jelas sangat ingin melihat seberapa bersyukurnya manusia akan apa yang dinikmatinya saat ini.
Rizki Allah yang bisa kita nikmati tentu beragam bentuknya,
ia bisa berupa harta yang dicukupkan oleh-Nya, diberinya kita pasangan hidup
yang menentramkan, kehadiran seorang anak, ketenangan hidup, terhindar dari
marabahaya, kenaikan pangkat dan promosi jabatan, atau bahkan sekedar masih diberikan kesempatan makan meski seadanya untuk satu hari ini. Tinggal bagaimana kita memandang semua itu
sebagai nikmat yang mesti disyukuri sehingga bisa menyelamatkan kita dari
kekafiran dan ancaman adzab Allah yang nyata.
Allah telah memberikan nikmat pada sebagian manusia di bumi
dan memberikan nikmat dalam bentuk yang lain kepada sebagian lainnya. Demikian
pula dia menahan nikmat untuk sebagian manusia, juga menahan nikmat yang lain
juga untuk sebagian manusia yang lain. Hal ini perlu disadari oleh kita, bahwa
setiap kali Allah menambahkan nikmat kepada kita, tentu Allah dengan
Kemaha-Adilan-Nya juga menambahkan nikmat kepada kita, meski dalam bentuk yang
lain. Misalnya, ketika ada yang naik jabatan dan kita ikut bersyukur atas
keberhasilan saudara kita tersebut, maka pada saat itulah Allah menambahkan
nikmat berupa hati yang bersih tanpa dikotori rasa iri dan dengki.
Masalahnya kemudian, kebanyakan manusia sering terlupa untuk
terlebih dulu mensyukuri nikmat yang sudah diterimanya sementara ia terus
menerus meminta Allah agar menambah nikmat kepadanya. Seperti ditegaskan Allah,
bahwa Dia (pasti) akan menambah nikmat kepada hamba yang pandai mensyukuri
nikmat yang telah diberikan-Nya dan memberikan adzab (yang pediah) kepada
mereka yang mengingkari (QS. Ibrahim : 7)
Sekarang, sebelum lagi terus menerus meminta kepada Allah
akan tambahan nikmat, hitung-hitunglah seberapa besar rasa syukur kita terhadap
segala nikmat yang telah diberikan Allah kepada kita selama ini. Sudah barang
tentu, jumlah nikmat yang takkan pernah bisa terhitung itu membuat kita lalai
untuk mensyukurinya. Bentuk syukur itupun bisa dengan berbagai cara, dengan
membagi sebagian rizki yang kita peroleh kepada fakir miskin, menghadirkan
suasana bahagia di hati anak-anak yatim piatu dengan menyantuninya, dan yang
paling berkenan adalah semakin dekatnya kita kepada Allah melalui peningkatan
kualitas ibadah, atau bermacam bentuk ungkapan kesyukuran lainnya.
Allah itu Maha Kaya, disamping itu Dia juga Maha Pemurah.
Maka jangan pernah ragu akan kasih sayang-Nya. Tanpa memintapun, jika Dia sudah
melihat begitu bersyukurnya kita akan nikmat yang selama ini dirasakan, niscaya
dia akan menambahkannya dengan nikmat-nikmat lain. Sungguh, Allah Maha Tahu
akan kebutuhan, keinginan setiap hamba-Nya sehingga Dia mencukupi hal-hal yang
belum dimiliki setiap hamba itu. Namun jika belum cukup terlihat rasa syukur
itu, jangan pernah berharap Allah menambahkan nikmat-Nya, bahkan justru
memberikan adzab yang nyata terhadap mereka yang mengingkari.
Maha benar Allah dengan segala ucapan dan ketentuan-Nya,
adzab yang paling nyata dan terasa diberikan Allah kepada hamba yang tak pandai
bersyukur adalah dengan cara ia menahan bentuk nikmat yang lain atau bahkan
menghentikan nikmat yang ada saat ini. Di dunia ini, ada orang-orang yang
diberikan kecukupan harta, namun karena ia tak bersyukur atas nikmat itu, Allah
tak berikan rasa aman dan ketenangan dalam hidupnya. Hidupnya senantiasa
diliputi kekhawatiran dan kecemasan dalam menjaga hartanya. Padahal, seandainya
ia menginfakkan sebagian rizkinya itu, insya Allah ketenangan akan menyelimuti
setiap langkahnya.
Atau mereka yang mendapatkan kesempatan memiliki karir bagus
dengan gaji yang memuaskan, namun ia tak juga memiliki seseorang yang menjadi
pendamping hidupnya, padahal usianya
sudah semakin beranjak. Mungkin Allah belum melihat rasa syukur yang cukup atas
nikmat yang telah kita terima saat ini, sehingga Dia menahan nikmat yang lain.
Sebaliknya, mereka yang telah dipasang-pasangkan dan dihadirkan kasih saying
dan ketentraman dalam rumah tangganya, itu adalah sebuah nikmat yang juga perlu
disyukuri. Jika pasangan-pasangan itu belum dikarunia anak atau belum
mendapatkan kecukupan harta dan selalu kekurangan, bisa jadi mereka belum
benar-benar bersyukur atas karunia dan nikmat mendapatkan pasangan hidupnya.
Sesungguhnya, kebijakan Allah menahan nikmat lain merupakan “adzab” karena kita
belum benar-benar bersyukur atas nikmat sebelumnya.
Lalu, bagaimana dengan orang-orang yang terus menerus
ditambah nikmatnya padahal tak sedetikpun ia pernah mengucapkan pujian kepada
Allah. Atau sebaliknya, mereka yang tak henti-hentinya mendekatkan diri kepada
Allah namun tetap dalam hidup kekurangan. Tentu saja, Allah tengah menguji
mereka dengan keadaan yang sekarang, apakah ia tetap beriman atau ingkar. Dalam
hal ini, Allah menegaskan dalam sebuah hadist qudsi, “Diantara hamba-hamba-Ku
mukmin ada sebagian yang tidak bisa baik urusan agama mereka kecualidengan
diberi kekayaan, kelegaan dan kesehatan badan sehingga baiklah urusan agama
mereka. Diantara hamba-hamba-Ku yang mukmin ada pula sebagian yang tidak bisa
baik urusan agama mereka kecuali dengan diberi kekurangan, kemiskinan dan
penyakit sehingga baiklah urusan agama mereka. Aku mengetahui dengan apa
hambak-Ku yang mukmin menjadi baik dalam urusan agamanya”.
Sekali lagi,kita menyadari akan kasih sayang dan pemurahnya
Allah, namun yang perlu diketahui adalah bagaimana membuat Allah menjadi lebih
kasih, lebih saying dan lebih pemurah kepada hamba-hamba-Nya, yakni dengan cara
mensyukuri nikmat yang telah diberikannya. Niscaya, sesuai janji-Nya, Allah
akan menambahkan dan mencukupi nikmat kepada kita, tanpa harus kita memintanya.
Karena sesungguhnya, Dia Maha mengerti akan setiap keluhan yang tak
terlontarkan dari hamba-hamba yang bersyukur.
Wallahu ‘A’alam bish Showaab
Sumber : As Salam Buletin Jum’at No. 51 Maret 2015