Senin, 01 Juni 2015

Dialog "ESSENSI SOLAT DALAM KEHIDUPAN"


Oleh Dr. H. Ladzi Safrani, M.Ag dalam Dakwah Jum'at Al Akbar Surabaya

Pertanyaan :

1. Ketika shalat Tarawih, ada jamaah yang kurang memperhatikan tuma'ninah, sehingga secara kualitas berkurang. Bagaimana cara memperbaiki kualitas berjama'ah yang seperti itu, terutama yang berada di desa-desa?

2. Saya melaksanakan shalat Shubuh dan Ashar berjamaah di masjid, sedang Dhuhur, Maghrib dan Isya' saya berjamaah di rumah. Apakah yang saya lakukan itu berbeda kualitasnya?

3. Saya pernah membaca bahwa di antara cara untuk mencapai khusyuk dalam shalat adalah dengan memahami bacaannya, namun karena bacaan shalat berbahasa arab, maka kita yang bukan Arab ini kesulitan. Bagaimana solusinya?

4. Menurut fatwa MUI, bahwa bank konvensional itu haram, karena sudah ada bank syariah sebagai alternatif. Apa yang harus dilakukan jika anggota keluarga kita bekerja di bank konvensional tersebut?

Jawaban : 


1. Jika mengingatkan suatu perubahan, tentu diperlukan proses. Begitu juga dalam rangka memperbaiki kualitas berjamaah yang di lihat dari dhohirnya kurang tuma'ninah. Caranya dengan menepati proses tersebut. Adapun proses tersebut adalah belajar. Memang kadang orang menganggap shalat itu sesuatu yang se-pele, sehingga banyak kita saksikan, mereka-mereka yang belum memenuhi syarat menjadi imam, baik dari segi baca an, maupun pengetahuan tentang shalat itu sendiri. Upaya belajar ini bisa di tempuh melalui pelatihan-pelatihan yang saat ini marak diadakan. Pelatihan-pelatihan itu bisa melalui ormas-ormas yang bisa menjangkau masyarakat.

2. Kualitas shalat berjamaah yang jumlahnya lebih banyak tentu akan berbeda dengan yang sedikit. Berjamaah dengan imam yang fasih bacaannya, tentu akan berbeda kualitas dengan yang tidak fasih. Begitu juga berjamaah di rumah dengan di masjid. Dalam setiap langkah berjalan ke masjid akan mendapatkan keutamaan. Sehingga semakin jauh, maka tentu akan mendapat banyak keutamaan. Begitu juga setelah di masjid kemanfaatannya akan jauh lebih banyak, diantaranya bisa berinteraksi dengan jamaah yang lain, bertemu dengan sesama muslim, sehingga akan mempererat tali silaturahim. Intinya kualitas dan keutamaan yang akan diraih akan jauh lebih besar kalau melakukan shalat jamaah di masjid.

3. Di awal tadi sudah disampaikan, bahwa dalam mencapai sesuatu perlu proses. Sama halnya dengan memahami bacaan shalat juga perlu proses. Seorang ustadz yang faham bahasa arab tentu melalui proses belajar di pondok, tidak mungkin langsung bisa. Begitu juga dalam memahami bacaan shalat, bisa melalui proses memahami yang paling mudah, kemudian yang agak sulit, lalu kalau sudah dilalui, bisa menginjak bacaan yang sulit dan seterusnya. Dan perlu diingat dalam belajar Al-Qur'an, bahwa bukan keberhasilan yang dinilai Allah, tetapi niat dan keinginan yang kuat itu sendiri yang dinilai oleh Allah. Rasulullah SAW bersabda : Al maahiru filqur'aani ma'a kiraamis safaratil bararah, walladziina yaqrauunal qur'ana wayata' ta'u wahuwa ajroni. (orang yang pandai membaca Al-Qur'an nanti di akhirat akan bersama malaikat-malaikat yang mulia dan baik, dan orang-orang yang mem baca Al-Qur'an dengan tertatih-tatih (tidak lancar), maka baginya dua pahala).

4. Hidup ini memang pilihan. Begitu juga bekerja, juga pilihan. Maka, tergantung orang yang memilih. Tentunya sebelum memilih suatu pekerjaan, seharusnya menimbang dahulu, apakah pekerjaan ini baik, atau buruk dampaknya. Menyelidiki haram atau halalnya suatu pekerjaan itu. Masalahnya, seperti yang Bapak tanyakan tadi, dia sudah terlanjur bekerja di situ, dan mengetahui kalau itu tidak diperbolehkan datang kemudian. Kalau memang hasil pekerjaan itu satu-satunya sumber penghasilan dari keluarga, dan untuk mencari pekerjaan lain juga perlu proses, maka itu termasuk kategori terpaksa. Maka, solusinya berusahalah untuk mencari pekerjaan lain yang jelas halalnya, jika sudah mendapatkan, maka status terpaksa itu akan hilang, sehingga dia harus meninggalkan pekerjaan itu, dan pindah ke pekerjaan yang baru yang jelas halalnya tadi.