Hari ini kita berada dalam suasana ceria di hari raya. Hari ketika di waktu pagi kita bersama keluarga pergi menuju lokasi shalat 'Id dengan hati gembira. Dalam perjalanan itu para malaikat menunggu di mulut jalan seraya mendoakan orang-orang Muslim yang pergi menuju lokasi shalat, sebagaimana sabda Rasulullah SAW "Jika tiba hari Idul Fitri, para malaikat berdiri di pintu-pintu jalan seraya berseru, 'Pergilah wahai orang-orang Muslim kepada Rabb yang Mahamulia, yang mengaruniakan kebaikan, kemudian memberikan pahala yang melimpah. Kalian telah diperintahkan menjalankan shalat malam dan kalian mengerjakannya. Kalian diperintahkan berpuasa pada siang hari dan kalian mengerjakannya. Kalian menaati Rabb kalian, maka tahanlah pemberian kalian.'
Bila mereka mendirikan shalat, maka ada (malaikat) penyeru yang berseru, 'Ingatlah, sesungguhnya Rabb kalian telah mengampuni dosa kalian. Maka kembalilah ke tempat tinggal kalian dengan membawa petunjuk. Ini adalah hari pemberian, dan begitulah nama yang diberikan di langit'." (Riwayat ath-Thabrani)
Namun di balik kegembiraan kita, sesungguhnya kaum Muslimin patut bersedih karena telah berpisah dengan suatu masa yang agung dan utama. Suatu masa yang hati-hati manusia begitu mudah untuk melakukan ketaatan. Suatu masa ketika orang-orang berlomba-lomba melakukan berbagai amalan shalih. Waktu ketika orang-orang begitu termotivasi untuk mengkhatamkan bacaan Alquran-nya, menghilangkan kesusahan yang ada pada janda-janda miskin dan anak-anak yatim. Itulah waktu ketika dua amalan utama puasa dan shalat saling beriringan.Itulah musim semi amalan ketaatan yang Allah mudahkan bagi siapa yang Dia kehendaki. Alangkah banyak perbendaharaan di bulan itu. Alangkah besar keuntungan dari perniagaannya dan alangkah baiknya harta yang ia simpan.
Sesungguhnya perpisahan dengan bulan tersebut bukan berarti perpisahan dengan pintu-pintu kebaikan. Masa-masa kebaikan senantiasa silih berganti dan pintu-pintu kebaikan datang berturut-turut. Wajib bagi seorang hamba Allah yang beriman untuk mempersembahkan hidupnya dan menyibukkan dirinya dengan hal-hal yang mulia serta berpacu bersama orang-orang shalih untuk menggapai ridha Allah SWT.
Tanda sukses Ramadhan
Sesungguhnya termasuk tanda diterimanya suatu amalan ketaatan yang kita lakukan adalah kita merasa mudah melakukan ketaatan setelahnya. Kebaikan itu akan mengajak saudaranya yaitu kebaikan jenis lainnya. Para ulama rahimahumullah mengatakan, "Sesungguhnya tanda diterimanya puasa dan shalat seseorang di bulan Ramadhan adalah ia merasakan ketenangan, syukur kepada Allah Tabaraka wa Ta'ala dan mudah melakukan ibadah lainnya yang Allah 'Azza wa Jalla perintahkan. Jika keadaan seseorang demikian, maka itulah tanda diterimanya amalannya".
Adapun jika keadaan seseorang setelah Ramadhan berubah dari ketaatan menjadi menyia-nyiakan ketaatan dan mengerjakan kemaksiatan dan dosa, maka yang demikian bukanlah tanda kebaiakan. Salah seorang ulama dahulu, ketika diceritakan keadaan sebagian orang yang bersungguh-sungguh beribadah di bulan Ramadhan, namun setelah Ramadhan berlalu ia berhenti beramal dan malas, ulama tersebut mengatakan, "Mereka adalah sejelek-jelek orang, karena mereka tidak mengenal Allah kecuali hanya di bulan Ramadhan."
Sesungguhnya Rabb dari setiap bulan adalah Rabb yang sama, Rabb-nya bulan Ramadhan adalah juga Rabb-nya bulan Syawal dan bulan-bulan lainnya. Sebagian salaf mengatakan, "Jadilah seorang Rabbani bukan seorang Ramadhani". Maksudnya, janganlah engkau taat dan beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala pada setiap masa, tidak hanya terbatas pada bulan Ramadhan saja. Hidup kita semuanya adalah masa-masa ketaatan kepada Allah Jall wa 'Ala.
Allah Ta'ala berfirman, "Dan sembahlah Rabb-mu hingga datang al-yaqin (yakni kematian)." (Al-Hijr [15] : 99)
Firman-Nya juga, "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya ; dan janganlah sekali-sekali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam." (Ali Imran [3] : 102)
Allah juga berfirman, "Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan : "Tuhan kami ialah Allah", kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita." (Al-Ahqaf [46] : 13).
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan : "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan : "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu". (Fushshilat [41] : 30).
Sesungguhnya waktu setelah Ramadhan adalah waktu bersyukur kepada Allah Tabaraka wa Ta'ala, "Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kami bersyukur." (Al-Baqarah [2] : 185).
Kita ketahui bersama, melakukan kemaksiatan setelah sebelumnya kita mengamalkan ketaatan adalah bukan wujud dari syukur kepada Allah Jalla wa 'Ala.
Ada Puasa di Luar Ramadhan
Ramadhan, bulan ketika kita diwajibkan untuk berpuasa, telah berlalu. Namun saat ini kita kembali memasuki bulan-bulan yang kita dianjurkan untuk berpuasa sunnah. Ada puasa ayyamul bidh, yakni puasa sunnah di setiap 3 hari pertengahan bulan, ada puasa Senin dan Kamis, ada puasa Arafah, dan lain-lain. Semua puasa itu tetap ada seiring bergantinya bulan-bulan Qamariyah.
Diriwayatkan dari Abu Ayyub al-Anshari, Rasulullah shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, "Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan, kemudian menyertainyan dengan berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia seperti berpuasa satu tahun."
Mengamalkan enam hari puasa Syawal termasuk diantara tanda diterimanya puasa Ramadhan kita. Karena balasan dari kebaikan adalah kebaikan setelahnya. Dan puasa Syawal juga merupakan perwujudan dari rasa syukur kepada Allah Tabaraka wa Ta'ala, karena atas taufik-Nya kita dapat menunaikan puasa Ramadhan.
Semoga Allah membuat kita senantiasa berhasrat dan bersemangat menjalankan ketakwaan dan keshalihan.
Ya Allah, ya Rabb kami, jadikanlah hari-hari kami adalah saat-saat ketika kami sibuk dalam kebaikan dan letakwaan. Bantulah kami untuk menaati-Mu ya Hayyu ya Qayyum. Tunjukilah kami jalan yang lurus dan jangan biarkan kami bersandar kepada diri kami sendiri walau hanya sekejap mata.*
(Saiful Hamiwanto, Redaktur "Al-Qalam" dan Redaktur "Suara Hidayatullah")
Lembar Jum'at al-Qalam No. 29/2015