Jumat, 27 Februari 2015

FELKSIBILITAS DALAM HUKUM ISLAM


oleh Prof. Dr. H. Ahmad Faishol Haq, M.Ag dalam Dakwah Jum'at Al Akbar Surabaya

Allah berfirman dalam surah Thaha [20] : 2-3

مَآ أَنزَلْنَا عَلَيْكَ ٱلْقُرْءَانَ لِتَشْقَىٰٓ 
(Kami tidak menurunkan Al Quran ini kepadamu agar kamu menjadi susah)

إِلَّا تَذْكِرَةً لِّمَن يَخْشَىٰ
(tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah)

Dari keterangan ayat tersebut, menjelaskan bagi kita, bahwa Islam itu tidak kaku, tetapi Islam itu fleksibel. Bahkan ada yang mengatakan kalau hukum Islam itu bisa berubah, karena ada perubahan waktu, tempat dan keadaan. Ulama' Ushul Fiqih membuat sebuah kaidah : taghyyurul ahkaam, bitaghayyuril azminati wal amkinati wal ahwaal (perubahan hukum dalam Islam disebabkan karena ada perubahan waktu, tempat dan keadaan). Ketika Rasulullah SAW masih hidup, ada sahabat yang bernama Imron bin Husain. Dia menderita penyakit ambeien, hingga anusnya terus mengeluarkan darah. Lalu bertanya kepada Rasulullah SAW : Ya Rasul, bagaimana shalat saya dengan kondisi sakit yang saya derita ini?
Rasulullah SAW memberi opsi :
Shalatlah kamu dengan berdiri. Jika kamu berdiri tidak mampu, (bahkan kalau terlalu lama bisa mengeluarkan darah), maka boleh melakukan shalat dengan duduk.

Makanya dalam melakukan shalat jamaah, imam tidak boleh membaca surat teralu panjang. Karena jamaahnya bermacam-macam dengan kondisi dan keperluan yang berbeda pula. Rasulullah SAW bersabda :
idzaa 'amma ahadukum fal yukhaffif, faina fiihaa suyuukh, wa maridhun, wa dzuu haajatin, waidzaa sholla linafsihi fal yuthawwil maa syaa'a (jika kalian menjadi imam, maka ringankanlah (bacaannya), karena boleh jadi di dalam jamaah itu ada orang yang sudah tua, dan kemungkinan ada orang yang sedang sakit, dan ada juga yang mempunyai keperluan. Dan bila shalat sendiri, maka silahkan memperpanjang bacaannya sesuai yang diinginkan).
Sehingga, menurut riwayat Imam Syafi'i menghatamkan al-Qur'an 30 juz dalam dua rakaat shalat Tahajjud.

Orang yang bepergian jauh, tentu capek badannya, penat pikirannya, mungkin juga keluar banyak duitnya. Maka, Islam memberi keringanan kepada mereka yang bepergian untuk meringkas (qashar) shalat dan menjama' (melakukan dua shalat dalam satu waktu). Sebagaimana dijelaskan dalam surah an-Nisa' : 101. Yang maknanya : "Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu meng-Qashar sembahyang(mu), jika kamu takut di serang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu".

Begitu juga dalam ibadah lain mesti ada keringanan bagi orang tertentu yang tidak bisa melakukan dengan sempurna, seperti puasa Ramadhan. Dijelaskan dalam surah al-Baqarah : 183-184. 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

(Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa)

أَيَّامًا مَّعْدُودَٰتٍ ۚ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ وَعَلَى ٱلَّذِينَ يُطِيقُونَهُۥ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖ فَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُۥ ۚ وَأَن تَصُومُوا۟ خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ

((yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui)

Keringanan yang diberikan Allah dalam melakukan kewajiban, ada kalanya dengan mengganti hari seperti puasa yang diganti dengan hari yang lain. Ada dengan meringkasnya seperti menjama' dan mengqashar shalat, ada pula yang dibebaskan sama sekali seperti orang yang sudah tua yang tidak kuat lagi melakukannya. Itulah ajaran Islam itu harus dipelajari dan dikaji hingga tidak terbatas oleh waktu. Kalau mampu silahkan mempelajari sendiri, tetapi kalau tidak, silahkan datang ke majelis-majelis ta'lim, atau bertanya pada ahlinya. Karena ilmu sumbernya dari tiga hal itu.

Sehingga, dalam Islam itu seluruh masalah yang ada, ada jalan keluarnya, dan jalan keluar itu mesti kemudahan. Allah berfirman dalam surah al-Baqarah : 185, maknanya : "...... Allah menghendaki kemudahan bagi mu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur".

Sumber : Dakwah Jum'at Al Akbar Surabaya Edisi 210
Text Al Qur'an : Muslim Pro

Senin, 23 Februari 2015

Tanya Jawab "Refleksi di tahun baru"

oleh KH. Abdusshomad Buchori

Pertanyaan :

Bayu, Pasuruan. Dalam merayakan tahun baru yang biasa muncul adalah kebudayaan yang tidak sejalan dengan ajaran Islam. Salah satunya yang terjadi kemarin di Taman Bungkul Surabaya, merayakan dengan doa bersama dengan menggunakan lilin. Bagaimana menyikapi kejadian seperti itu, agar umat Islam tidak terjerumus ke dalam hal yang dilarang agama?

Roihul Pasaribu, Medan. Dalam kehidupan sekarang berbagai macam godaan iman silih berganti. Misalnya di daerah asal saya, ada adat kebudayaan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, namun jika kita tidak mengikuti maka, akan dikucilkan. Bagaimana kiat agar iman tetap konsisten (istiqamah) dalam setiap keadaan?

Jawaban :

1. Dalam menyikapi kebudayaan yang selalu ada dan terus berkembang dalam masyarakat, ada kaidah Islam yang bisa menjadi dasar pijakan dalam bersikap, yakni al ‘aadah muhakkamah maa lam tukhalif fisy syar’a (adat istiadat bisa diterima jika tidak bertentangan dengan syariat). Kalau doa bersama dengan menyalakan lilin bukan kebudayaan Islam, maka jangan diikuti. Kalau itu yang melakukan pemerintah, maka harus diingatkan. Doa bersama hukumnya haram. Ada orang non muslim berdoa, maka kita sebagai muslim tidak boleh mengamini, karena akidah kita beda. MUI Jawa Timur mengeluarkan fatwa, mengucapkan “selamat natal” kepada non muslim hukumnya haram, karena sudah menyangkut persoalan ideology (akidah) bukan lagi menyangkut kemanusiaan. Bukan masalah kerukunan, tetapi karena agama tidak boleh dicampur aduk. Istilah yang trend sekarang pencampuradukan agama disebut dengan pluralisme agama.

2. Masalah adat kebudayaan mana yang boleh mana yang tidak, sudah dijelaskan di jawaban pertama. Selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam, boleh. Jika bertentangan dengan ajaran Islam, maka haram hukumnya mengikuti. Namun jika itu terjadi di lingkungan anda, maka harus pandai-pandai memilah dan memilih, agar tidak terjadi benturan. Harus bijaksana dalam bersikap. Saya kira kalau kita tegas dan bijaksana, insyaa Allah mereka juga akan faham. Dan sebagai seorang muslim sebenarnya anda juga punya kewajiban untuk merubah adat kebudayaan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam itu. Sesuai ajaran Nabi, untuk merubah suatu kemungkaran itu pertama dengan tangan, bisa di artikan dengan kekuasaan, jika tidak mampu, maka dengan perkataan yang baik, dan bijaksana, kalau keduanya tidak mampu, maka menolaknya dengan hati, walaupun itu tingkatan paling rendah. Memang untuk menguatkan iman selalu akan diuji sesuai tingkatannya. Ujian keimanan ini untuk menjadi iman kuat. Jadi, semakin kuat iman, maka ujian akan semakin berat pula. Anggaplah apa yang terjadi di lingkungan anda itu sebagai ujian iman anda. Walaupun dengan itu anda dikucilkan, namun anda harus tetap baik kepada mereka. Mungkin dengan membaca buku-buku kisah perjalanan Nabi, atau para ulama-ulama, imam-imam tersohor dalam berdakwah dan mempertahankan imannya. Dengan begitu anda akan termotivasi.
Adapun upaya agar iman tetap konsisten, maka berusahalah ibadah dengan tekun. Shalat lima waktu dijaga, dan jangan sampai ada yang terlupakan. Tetangga yang sakit, dibantu. Ada orang tidak mampu, maka jangan segan-segan untuk membantu, hal ini untuk menjaga hubungan dengan lingkungan. Selalu membaca Al-Qur’an. Bergaul dengan orang-orang yang baik. Shalat malam diusahakan istiqamah. Ada baiknya anda simak firman Allah pada surah Al-Baqarah : 177. Yang maknanya : “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya) dan mereka itulah orang yang bertakwa.


Wallahu a’lam bishawaab

Jumat, 20 Februari 2015

REFLEKSI DI TAHUN BARU


oleh KH. Abdusshomad Buchori dalam Dakwah Jum'at Al Akbar Surabaya

Manusia diangkat oleh Allah untuk menjadi pemimpin (khalifah) di muka bumi. Untuk mengelola, mengatur bumi ini. Oleh karena itu, manusia harus ada komunikasi dengan Sang Khaliq (Pencipta) bumi ini. Di tahun baru ini, kita evaluasi diri sejauh mana kita telah berbuat pada tahun yang lalu.

Di negeri ini ternyata banyak sekali kasus-kasus yang tidak kita inginkan. Anak-anak di negeri ini banyak yang terjangkit narkoba, merajalela, korupsi tak kunjung selesai, perzinaan semakin tinggi, musibah alam di mana-mana, kecelakaan silih berganti. Oleh sebab itu, manusia mesti koreksi diri. Sebagai manusia kita tidak boleh sombong, hanya mengandalkan teknologi. Karena teknologi tidak bisa menguasai seluruh persoalan. Alam semesta ini di ciptakan Allah untuk dipelajari, karena manusia dilengkapi dengan akal. (Q.S. Ali Imran :190)

إِنَّ فِى خَلْقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَٱخْتِلَٰفِ ٱلَّيْلِ وَٱلنَّهَارِ لَءَايَٰتٍ لِّأُو۟لِى ٱلْأَلْبَٰبِ

(Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal)

Manusia diwajibkan untuk ikhtiar. (Q.S. Ar Rahman : 33)

يَٰمَعْشَرَ ٱلْجِنِّ وَٱلْإِنسِ إِنِ ٱسْتَطَعْتُمْ أَن تَنفُذُوا۟ مِنْ أَقْطَارِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ فَٱنفُذُوا۟ ۚ لَا تَنفُذُونَ إِلَّا بِسُلْطَٰنٍ

(Hai jama'ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan)

"Kekuatan" di sini bisa dimaknai teknologi. Di zaman sekarang ini banyak orang mengandalkan teknologi, teori, kemampuan rasionalnya. Sudah jarang para pemimpin menyebut agama dalam unsur mutlak nation in character building. Di negeri ini sudah ada upaya menyisihkan unsur agama dan mengkerdilkannya. Masalah-masalah yang mengandung unsur agama di gugat. Ada anak muda lulusan UI mengajukan yudicialreview ke MK, pasal 2 ayat 1 UU no 1 tahun 1994 tentang Perkawinan. Mereka menuntut untuk melegalkan perkawinan beda agama di Indonesia.

Ada juga yang menginginkan format kolom agama di KTP dihapus, karena dianggap tidak perlu. Saya mengingatkan kepada siapapun di negeri ini, kalau ingin aman, agar jangan mengusik umat Islam. Jangan mengusik sistem ibadah yang telah dianut oleh umat Islam di negeri ini.

Di Indonesia saat ini, jumlah masjid hampir mencapai satu juta, pondok pesantren 27 ribu. Ini merupakan kekuatan yang harus dipelihara untuk mendukung pembangunan. Jangan sampai ada kelompok yang selalu memperjuangkan liberalisme, skularisme dan pluralisme, karena tidak akan membawa kemajuan negara, karena mereka itu agen Barat, untuk mengacaukan negeri ini. Terbukti, di Timur Tengah banyak negara yang perang saudara, karena diadu-domba.

Untuk itu di tahun baru ini, marilah kita tinggalkan pemikiran skularisme, pluralisme dan liberalisme dan kembali kepada agama. Allah berfirman dalam surah Al-Baqarah : (155-156). 155 :

وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَىْءٍ مِّنَ ٱلْخَوْفِ وَٱلْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ ٱلْأَمْوَٰلِ وَٱلْأَنفُسِ وَٱلثَّمَرَٰتِ ۗ وَبَشِّرِ ٱلصَّٰبِرِينَ

(Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar)

156 :

ٱلَّذِينَ إِذَآ أَصَٰبَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوٓا۟ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيْهِ رَٰجِعُونَ

((yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun")

Hukum-hukum agama di Indonesia jangan dikerdilkan, mesti diperjuangkan. Jangan sampai ada upaya penggusuran syariat Islam. Saya pernah mendengar ada statemen politisi, kalau saya berkuasa, perda syariah yang ada di Indonesia yang sekitar 300 akan di gusur. Saya kira pikiran ini sangat busuk, tidak perlu diikuti, dan partai nya tidak perlu dipilih. Dan ternyata kalau ada kasus-kasus kematian, huru-hara dlsb, mereka diam, tidak bisa bicara apa-apa. Justeru para agamawan yang bisa memberi masukan dan arahan kepada masyarakat,bagaimana bersikap.

Allah berfirman dalam surah Al Ahzab : 45-46. Maknanya : "Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan. 46. dan untuk jadi penyeru kepada Agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya menerangi".

Sebagai umat Islam, di tahun 2015 ini saya mengimbau mari kita menjadi seorang muslim yang mempunyai jiwa berikut : 
Pertama, syaahidan (menjadi saksi) terhadap fenomena yang terjadi di masyarakat. Ada fenomena kemiskinan, bencana, perzinaan, korupsi dlsb. Mari kita andil untuk memperbaikinya.
Kedua, mubasyiran (memberi arahan) yang menyenangkan. Berdakwah dengan benar, menerbitkan buku-buku yang bermanfaat, berjuang dengan harta benda untuk mengentas kemiskinan.
Ketiga, nadziran (mengingatkan) jika ada penyimpangan-2 yang terjadi di dalam masyarakat. Melakukan pengawasan terhadap pelaku-pelaku kebijakan. Mendengungkan kepada masyarakat untuk menjadi orang yang jujur, jangan sampai menjadi orang yang merugikan masyarakat. Orang yang dahulu melakukan kejahatan, mari kita ajak untuk bertaubat.
Keempat, daa'iyan ilallah (dakwah menuju jalan Allah). Berdakwah untuk mengajak kebaikan.
Kelima, sirajan muniiran (pelita yang menyinari) di tengah masyarakat.

Hidup di tengah msyarakat jangan membuat masalah, tetapi jadilah orang yang menjadi penyelesai masalah. Mengajak masyarakat menuju petunjuk ilahi, sehingga mereka mencapai ridha ilahi dan pada akhirnya selamat hidup di dunia dan akhirat.

Sumber : Dakwah Jum'at Al Akbar Surabaya Edisi 213
Text Al Qur'an : Muslim Pro

Jumat, 13 Februari 2015

MENJADIKAN SEMUA ASPEK KEHIDUPAN ITU IBADAH

قُلْ إِنَّ صَلَاتِى وَنُسُكِى وَمَحْيَاىَ وَمَمَاتِى لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ

Katakanlah: sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. (QS. Al-An'am: 162)

Karena niat yang tidak diluruskan karena Allah (Lillah), semua aspek kehidupan sehari-hari akhirnya menjadi perbuatan biasa atau sekedar rutinitas, yang tidak memiliki nilai ibadah. Padahal, Islam mengajarkan semua perbuatan baik yang dikerjakan karena mencari ridha Allah adalah bagian dari ibadah. Disinilah pentingnya menyadari bahwa bersikap hidup Lillah, menjadikan semua spek kehidupan itu ibadah. Agar semua aspek kehidupan itu bernilai ibadah, seorang muslim tidak boleh melepaskan semua aspek kehidupannya dari koridor-koridor aturan Allah dan Rasul-Nya.

Hidup Untuk Ibadah

Sesungguhnya tiap detik kehidupan seorang muslim itu penuh nilai. Semua pekerjaan yang dilakukan sebenarnya tak ada yang sia-sia, asal diniatkan untuk ibadah. Tujuan penciptaan manusia sendiri sebagaimana yang diinformasikan dalam Al-Qur'an Surat Adz-Dzariyat : 56, adalah untuk beribadah pada Allah, "Dan Aku tidak ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahku."

Ruang lingkup ibadah itu luas yang di dalam syariat terbagi atas 2 (dua), yaitu ibadah khusus (mahdhoh) dan ibadah umum (ghairu mahdhoh). Ibadah khusus itu tata caranya, waktunya, sudah ditentukan oleh Allah, berdasarkan contoh Rasul-Nya. Bahkan sampai menyangkut tempat melaksanakannya. Ibadah-ibadah khusus ini disebut juga ubudiyah, seperti shalat, puasa, zakat dan haji.

Sementara ibadah umum adalah seluruh aspek kehidupan yang di lakukan seorang muslim, yang semua itu bisa bernilai ibadah, asalkan dengan niat yang benar dan mengharap ridha-nya. Misalnya; makan, minum, berpakaian, berrumahtangga, bekerja, berdagang dan seterusnya.

Dengan demikian seluruh aktivitas yang dijalankan seorang muslim, entah itu sebagai ibu rumah tangga, pegawai, pelajar dan lain-lain sebenarnya juga merupakan bentuk ibadah juga. Tentu dengan suatu usaha agar apa yang kita lakukan itu bisa bernilai ibadah.

Ada tiga syarat yang harus dipenuhi agar aktivitas kita bernilai ibadah. 
Pertama, niat yang ikhlas karena Allah. 
Kedua, dilakukan dengan cara yang benar, sesuai apa yang dicontohkan Rasulullah.
Ketiga, tujuannya hanya mencari ridha Allah. 
Tanpa terpenuhinya ketiga syarat tersebut, aktivitas apapun, tak bisa disebut ibadah. Bahkan ibadah mahdhoh sekalipun. Shalat misalnya, kalau tidak memenuhi kriteria tersebut, tidak bisa di sebut ibadah.

Hubungan ibadah khusus dan umum

Antara ibadah khusus dan umum merupakan satu kesatuan. Ketika seorang muslim beribadah secara khusus, shalat misalnya, maka ia harus membuktikan bahwa ia sudah shalat dalam bentuk beribadah secara umum. Sebagaimana yang tercantum dalam QS. Al-Ankabut: 45, "Bahwa sesungguhnya shalat itu mencegah perbuatan keji dan mungkar." Sehingga ketika orang sudah shalat, mestinya ia terhindar dari perbuatan keji dan mungkar.

Kedua jenis ibadah tersebut seharusnya seperti dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisah-pisah. Sebagaimana hubungan vertikal kepada Allah, harus dibuktikan dengan hubungan horizontal kepada manusia. Orang yang menilai ia dekat dengan Allah harus terbukti juga ia dekat dengan sesama.

Perintah untuk menyegerakan shalat Jum'at dalam QS. Al-Jumu'ah: 10 dan meninggalkan aktifitas lainnya semisal berdagang dan bekerja, tapi setelah shalat orang diperintahkan segera kembali pada urusannya masing-masing semakin menunjukkan keterkaitan kedua ibadah tersebut.

Ibadah mahdhoh itu adalah training center atau pusat pelatihan, dimana semua latihan ini harus dibuktikan pada ibadah umum. Keberhasilan ibadah mahdhoh seharusnya membuahkan keberhasilan pada ibadah umum atau aktivitas kesehariannya.

Dari segi kuantitas, sebenarnya pelaksanaan ibadah mahdhoh yang kita jalankan sama sekali tak mencukupi agar hidup kita selamat di akhirat kelak. Sebenarnya kalau kita shalat sebagai ibadah ritual, sekali shalat, taruhlah 10 menit. Berarti sehari semalam cuma 50 menit, kurang dari satu jam, atau 50 menit per 24 jam. Apakah ini cukup dibanggakan di hadapan Allah? Sementara 23 jam lainnya tidak kita isi dengan ibadah. Berarti 1 lawan 23. Itu tidak seimbang. Amal buruk lebih banyak dari amal baik.

Itu baru dari segi kuantitas, belum dari segi kualitas ibadah. Misalnya saat menjalankan shalat, kebanyakan orang masih ragu apakah shalatnya akan diterima lantaran sangat sulit untuk khusyu' dalam shalat. Kalau dari segi kuantitas kalah, dari segi kualitas kalah, berarti sangat sulit kalau hanya bergantung pada ibadah mahdhoh saja.

Maka untuk menyeimbangkan pemenuhan ibadah dari segi kuantitas sekaligus kualitas sudah seharusnya 23 jam lainnya harus diisi dengan aktifitas yang bernilai ibadah atau ibadah umum.

Bila ada pemilahan antara dua ibadah ini, maka orang tersebut tidak termasuk sebagai muslim yang kaffah (keseluruhan), bukan muslim sejati. Padahal Allah memerintahkan kita untuk menjadi muslim yang kaffah, sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur'an Surat Al-Baqarah: 208. Syaitan bisa jadi menghendaki itu, sehingga orang tidak jadi muslim sejati. Di satu sisi ia kelihatan rajin shalat, tapi di sisi lain bisa korupsi. Rajin shalat, tapi di sisi lain berzina.

Mengisi Hidup Penuh Ibadah

Orang beriman selalu berusaha agar amal ibadahnya dapat diterima oleh Allah SWT. Untuk memperoleh kualitas amal ibadahnya yang terbaik, ia akan memilih strategi "amalan" yang paling efektif dan dengan nilai yang paling signifikan. Untuk itu ia akan memilih waktu dan tempat yang utama. Waktu utama yang tersisip berada pada skala harian, mingguan, bulanan dan tahunan.

Waltu utama di setiap hari misalnya di sepertiga malam terakhir dan untuk memanfaatkannya ia "memaksakan" diri untuk bangun dan menunaikan shalat. Waktu utama di setiap minggu misalnya hari Jum'at (sayyidul ayyam) sebagaimana Allah berkata :  

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا نُودِىَ لِلصَّلَوٰةِ مِن يَوْمِ ٱلْجُمُعَةِ فَٱسْعَوْا۟ إِلَىٰ ذِكْرِ ٱللَّهِ وَذَرُوا۟ ٱلْبَيْعَ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ

Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (QS. Al-Jumu'ah (62:9)

Waktu utama di setiap bulan adalah tanggal pada tanggal 13, 14, dan 15 bulan Qomariyah (Hijriyah) yang dikenal dengan Ayyamul Bidh yaitu dengan melakukan puasa sunnah. Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata : "Kekasihku (yaitu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam) mewasiatkan padaku tiga nasehat yang aku tidak meninggalkannya hingga aku mati: [1] berpuasa tiga hari setiap bulan, [2] mengerjakan shalat Dhuha, [3] mengerjakan shalat witir sebelum tidur." (HR. Bukhari no. 1178)Selanjutnya waktu utama setiap tahunnya yaitu bulan Ramadhan. Adapun tempat yang utama antara lain di shaf terdepan pada sholat berjama'ah (bagi laki-laki), di Masjid-masjid, di Masjidil Haram, dan lain-lain.

Orang yang beriman dan percaya sepenuh hati, sangat berharap untuk memperoleh waktu dan tempat yang utama tersebut. Selain waktu dan tempat utama, orang yang beriman akan berusaha untuk "menangkap" segala peluang kegiatan ibadah (mahdhoh) yang memiliki keuntungan terbesar.

Untuk sholat fardlu ia akan mencari komunitas sholat berjama'ah. Di tengah kehidupan yang serba sibuk, sholat berjama'ah perlu perjuangan untuk "menangkap" nya. Selanjutnya, jika pernikahan dapat melipatkan nilai ibadah-ibadah lainnya secara berlipat ganda, maka ia berusaha berumah tangga. Intinya setiap peluang waktu, tempat, dan kegiatan akan dipilihnya untuk ibadah agar memperoleh keutamaan ibadah.

Untuk lebih mengoptimalkan, orang beriman juga sangat menghayati kehidupan yang dijalaninya, baik dengan ekspresi rasa syukur maupun dengan kesabaran. Untuk menikmati rasa syukur, (barangkali) setiap orang akan mampu menjalaninya. Sebaliknya, untuk "menjalani" hidup yang sulit (barangkali) perlu dengan penuh kesabaran. Salah satu cara "memanfaatkan" kesabaran agar berbuah menjadi pahala adalah dengan tidak putus-putusnya berdoa dan memuji Tuhannya dengan penuh harap dan tetap berusaha menyelesaikan masalah yang sedang dihadapinya.

Wallahu A'lamu bish Shawah

Sumber : 
Buletin Dakwah Masjid Takhobbar, Penebar Sunnah, Penyamapi Amanah
Edisi : 106 Tahun III

Selasa, 10 Februari 2015

Tanya Jawab "Berhati-hati dengan tipu daya dunia"


oleh KH. Ahmad Thoha, MA

Pertanyaan :
Dalam hal keduniaan, umat islam selalu kalah dibandingkan dengan umat lain. Padahal kita ketahui bahwa dunia adalah ladangnya akhirat, artinya kita tidak boleh memandang sebelah mata dengan kehidupan dunia ini. Bagaimana cara menjaga keseimbangan antara dunia dan akhirat?

Jawaban :
Untuk menjaga keseimbangan dalam hidup dunia dan akhirat caranya adalah dengan bersikap zuhud. Banyak orang salah memahami makna zuhud. Mayoritas memahaminya dengan tarkud dunya (meninggalkan kehidupan dunia).

Rasulullah SAW bersabda : izhad fid dunya, yuhibukallah, wayuhibbun naas.
(Berzuhudlah kamu di dunia, niscaya kamu akan dicintai Allah dan manusia).

Saya teringat , ketika seorang ulama' besar di Makkah, Syeh Amiin Al Khutbi, memaknai zuhud adalah qillatur raghbah (mengurangi keinginan). Karena kalau terlalu banyak keinginan, kemudian tidak kesampaian, maka akan merasa kecewa. Hakekat harta adalah sebuah amanah, titipan Allah kepada manusia. Yang akan dipertanggungjawabkan perolehannya dan penggunaannya nanti di akhirat. Ketika kita lahir tidak membawa apa-apa dan akan meninggal dunia, juga tidak akan membawa apa-apa.

Makna zuhud menurut Imam al Jauzi, faarighul qalbi laa faarighulnyad (kosong di hati, tetapi tidak kosong di tangan). Saya teringan teman yang tempat tinggalnya di pesisir. Dia bekerja sebagai nelayan dan mempunyai pondok kecil dengan beberapa santri. Pada saat liburan santrinya yang dari kota pulang. Setelah pamit ke ustadz nya, santri ini dititipi surat oleh ustadznya untuk diberikan ustadznya yang tinggal di kota. Dalam hati santri itu menebak, kalau ustadznya yang ada di pesisir itu saja hidupnya pas-pasan, mungkin ustadznya yang di kota pasti lebih miskin. Tetapi, tebakan santri tersebut keliru, karena setelah ketemu alamat yang dituju, dia melihat rumah yang mewah lagi megah. Sangat kontras dengan ustadz dia yang ada di pesisir tersebut. Setelah menerima surat tersebut. ustadz itu membalas surat tersebut dan dititipkan kembali kepada santri tersebut. Setelah kembali lagi ke pondok yang ada di pesisir, santri tersebut memberikan surat balasan kepada ustadznya. Setelah membaca surat tersebut, si ustadz itu menangis, seperti ada penyesalan dalam dirinya. Karena merasa heran, santri tersebut memberanikan diri untuk bertanya, kenapa ustadz menangis setelah membaca surat dari ustadz beliau yang di kota. Ustadz tersebut menjelaskan bahwa ustadznya yang di kota itu memperingatkan dan menasihati agar di zuhud. Dia bertanya "sampai kapan kamu masih cinta dunia". Mendengar penjelasan itu, santri ini malah bertambah heran, bukankah ustadznya ustadz yang ada di kota itu jauh lebih kaya dari ustadz? Apa tidak terbalik, ustadz beliau yang di kota itu justru cinta dunia, karena rumahnya sangat megah. Benar, karena ikhtiarku untuk mencari harta selama ini, masuk di dalam hati. Ini yang membuat ibadahku kurang khusyu' karena terus kepikiran mencari harta dunia. Beda dengan ustadzku yang ada di kota, dia mempunyai harta banyak, tetapi tidak sampai di hati, hanya di tangan saja. Artinya, kalau harta itu datang, tidak membuatnya sombong, kalau suatu saat hilang dari tangannya, tidak membuatnya sedih. Karena hati beliau sudah di tata dan di camkan dalam hatinya, bahwa harta itu hakekat nya hanya titipan Allah. Semakin banyak harta, justeru semakin banyak hal yang harus di pertanggungjawabkan nanti di akhirat. Wallahu a'lam.

Maka, sesorang muslim dipersilahkan untuk kaya. Islam mendorong pemeluknya untuk mempunya harta kekayaan. Banyak ajaran Islam yang bisa menjadi dasar, bahwa seorang muslim harus kaya. Misalnya, ada perintah al yadul ulya khairum nin yadis suflaa (tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah). Seorang muslim diwajibkan menunaikan ibadah haji, diwajibkan shalat, diwajibkan membayar zakat, dlsb. Bagaimana bisa tangan di atas kalau tetap miskin? Bagaimana berangkat haji kalau tidak punya sarana untuk berangkat ke tanah suci? Bagaimana bisa shalat kalau tidak punya sarana untuk menutup aurat? Bagaimana bisa bayar zakat kalau tidak punya harta? Sehingga, kekayaan bisa mengantarkan surga, jika bisa mengelolanya dengan baik, sebaliknya harta juga bisa mengantarkan ke neraka jika tidak bisa mengelola dengan baik pula.

Kamis, 05 Februari 2015

BERHATI-HATI DENGAN TIPU DAYA DUNIA


oleh KH. Ahmad Thoha, MA

Kehidupan di dunia ini oleh Allah sengaja dijadikan indah agar menarik perhatian manusia dan Allah hendak menguji diantara mereka yang pandai memanfaatkannya dengan baik dan melestarikannya agar dapat diturun-temurunkan kepada generasi berikutnya. 
(Q.S Al Kahfi [18] : 7)

إِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى ٱلْأَرْضِ زِينَةً لَّهَا لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا

(Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya).

Nabi SAW bersabda : Dunia sangat indah, manis dan memikat hati, semua itu oleh Allah diserahkan kepada kalian sebagai ujian, bagaimana cara kalian mengelola dan memanfaatkannya. Karena itu, berhati-hati lah terhadap dunia dan terhadap wanita.

Dari firman Allah dan Hadis Nabi tadi, tidak dapat diragukan dan disangkal akan keindahan dunia dan alam ini. Keindahan yang oleh Allah dijadikan batu ujian bagi kita semua. Agamapun berpesan berhati-hatilah kalian mengelolanya, karena dunia berikut segala isinya, kekayaan dan keindahannya diserahkan kepada kita semua untuk kita manfaatkan dengan baik dan kita tidak boleh menyia-nyiakannya apalagi menyelewengkan dan menyalahgunakannya.

Dunia ini diciptakan oleh Allah sebagai jembatan menuju negeri akhirat. Pesan Nabi "berhati-hati lah terhadap dunia" , artinya berhati-hatilah menyikapi dan memandangnya. Kehidupan dunia hanyalah sementara waktu, tidak untuk selamanya dan tidak kekal abadi. Lain halnya dengan kehidupan Akhirat, ia adalah kehidupan yang sebenarnya dan kekal abadi. (Q,S Al Mukmin [40] : 39, Al Ankabut [29] : 64, Ali Imran [2] : 152).

Ada di antara umat manusia yang berlebih mendambakan dan mencintai kehidupan dunia dan ada sebagian lain mengutamakan kehidupan akhirat. Padahal kehidupan ini harus selaras dan seimbang antara kehidupan duniawi dan ukhrawi. 
(Q.S Al Qashash [28] : 77)

وَٱبْتَغِ فِيمَآ ءَاتَىٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلْءَاخِرَةَ ۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِن كَمَآ أَحْسَنَ ٱللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ ٱلْفَسَادَ فِى ٱلْأَرْضِ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلْمُفْسِدِينَ

(Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan).

Kita tidak boleh menjauhi dunia apalagi memusuhi dan mencercanya, karena jalan dunia adalah jalan Akhirat. Keduanya tidak terpisahkan, tidak ada jalan khusus ke akhirat kecuali lewat jalan dunia.

Kehidupan dunia adalah perjuangan (jihad) untuk meraih kesejahteraan lahir dan batin, dunia dan akhirat. Hidup bukan hanya untuk sekarang, tetapi berlanjut sampai akhirat. Dan apa yang diperoleh di akhirat nanti diukur dengan apa yang telah dilakukan di dunia. Kehidupan dunia sangat berarti dan bahkan sangat berharga. Inilah jalan hidup yang benar. Nabi SAW bersabda : Bukan sebaik-baik kamu siapa yang mengabaikan dunianya demi akhiratnya dan bukan sebagus-bagus kamu siapa yang melalaikan akhiratnya demi dunianya. Tetapi sebaik-baik kamu adalah siapa yang memperhatikan keduanya (dunia-akhirat). Ada diantara umat manusia yang tertipu dan terperdaya oleh gemerlapan dunia dan Allah telah memberi peringatan kepada mereka. (Q.S Al Hadid [57] : 20).

Allah hendak menggambarkan 5 hal terpenting kesenangan dalam pandangan orang-orang yang lengah, tertipu dan terperdaya :

Pertama, la'ibun (main-main). Hidup mereka hanya main-main.
Kedua, lahwun (senda gurau). Mereka hanya hura-hura dan pesta pora.
Ketiga, ziinah (cinta perhiasan). Mereka hanya mengejar materi dan kekayaan harta benda.
Keempat, tafaakhur (bermegah-megahan)
Kelima, takaatsur (berbangga-bangga dengan harta dan anak).

Ternyata semua kesenangan orang-orang yang lalai, lengah dan tertipu adalah mataa'ul ghuruur (kesenangan yang menipu). Orang yang demikian itu, pantaslah kelak di akhirat sebagai calon penghuni neraka jahannam. (Q.S An Naazi'aat [79] : 37).

Sebagian manusia ada yang dihinggapi penyakit hubbuddunya (cinta dunia). Yakni seluruh fikiran dan keinginannya hanya ditujukan untuk kesenangan dunia semata. Orang seperti ini, kalau sedang berkuasa niscaya menumpuk kekayaan dengan cara korupsi. Kalau ia miskin, niscaya akan melakukan judi. Kalau ia kaya, maka niscaya dia akan rakus dan tak tahu diri. Kalau berkata niscaya akan berdusta, kalau memagang amanah niscaya ia sia-siakan. Orang seperti ini sangat mengidolakan Qarun  (Q.S Al Qashash [28] : 79).

Pada suatu petang hari Abu Ubaidah Amin bin Jarrah r.a. tiba di Bahrain membawa harta hasil upeti. Karena hari sudah jauh malam, keesokan harinya setelah shalat Shubuh, Rasulullah SAW setelah berdzikir dan berdoa kemudian berbalik menghadap jamaah Ahli Suffah yang dalam kondisi miskin, lalu beliau bersabda : Saya kira, kalian telah mendengar tentang Abu Ubaidah datang dengan membawa harta dari Bahrain? "Betul ya Rasulullah" Sahut mereka serentak. Lalu Rasulullah SAW bersabda lagi : Akan aku penuhi kebutuhan kalian. Demi Allah tidaklah kemiskinan dan kefakiran yang paling aku takutkan atas diri kalian, tapi yang paling aku takutkan atas kalian adalah kalau dunia yang melimpah ini telah dibukakan atau kalian dapat yang Allah berikan kepada orang-orang dahulu. Kalian akan menjadi serakah dan berambisi seperti mereka, lalu kalian akan dibinasakan Allah seperti halnya mereka orang-orang dahulu yang telah dibinasakanNya. Begitulah syetan menjerumuskan manusia dengan keserakahan dan ambisi.

(Q.S Al Baqarah [2] :268)

ٱلشَّيْطَٰنُ يَعِدُكُمُ ٱلْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُم بِٱلْفَحْشَآءِ ۖ وَٱللَّهُ يَعِدُكُم مَّغْفِرَةً مِّنْهُ وَفَضْلًا ۗ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ

(Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengatahui).

Sumber Dakwah Jum'at Al Akbar Surabaya Edisi 215
Text Al Qur'an : Muslim Pro