oleh KH. Abdusshomad Buchori
Pertanyaan :
Bayu, Pasuruan. Dalam
merayakan tahun baru yang biasa muncul adalah kebudayaan yang tidak sejalan
dengan ajaran Islam. Salah satunya yang terjadi kemarin di Taman Bungkul Surabaya, merayakan dengan doa bersama dengan menggunakan lilin. Bagaimana
menyikapi kejadian seperti itu, agar umat Islam tidak terjerumus ke dalam hal
yang dilarang agama?
Roihul Pasaribu, Medan.
Dalam kehidupan sekarang berbagai macam godaan iman silih berganti. Misalnya di
daerah asal saya, ada adat kebudayaan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam,
namun jika kita tidak mengikuti maka, akan dikucilkan. Bagaimana kiat agar iman
tetap konsisten (istiqamah) dalam setiap keadaan?
Jawaban :
1. Dalam menyikapi kebudayaan yang selalu ada dan terus
berkembang dalam masyarakat, ada kaidah Islam yang bisa menjadi dasar pijakan
dalam bersikap, yakni al ‘aadah
muhakkamah maa lam tukhalif fisy syar’a (adat istiadat bisa diterima jika
tidak bertentangan dengan syariat). Kalau doa bersama dengan menyalakan lilin
bukan kebudayaan Islam, maka jangan diikuti. Kalau itu yang melakukan
pemerintah, maka harus diingatkan. Doa bersama hukumnya haram. Ada orang non
muslim berdoa, maka kita sebagai muslim tidak boleh mengamini, karena akidah
kita beda. MUI Jawa Timur mengeluarkan fatwa, mengucapkan “selamat natal”
kepada non muslim hukumnya haram, karena sudah menyangkut persoalan ideology
(akidah) bukan lagi menyangkut kemanusiaan. Bukan masalah kerukunan, tetapi
karena agama tidak boleh dicampur aduk. Istilah yang trend sekarang pencampuradukan
agama disebut dengan pluralisme agama.
2. Masalah adat kebudayaan mana yang boleh mana yang tidak,
sudah dijelaskan di jawaban pertama. Selama tidak bertentangan dengan ajaran
Islam, boleh. Jika bertentangan dengan ajaran Islam, maka haram hukumnya
mengikuti. Namun jika itu terjadi di lingkungan anda, maka harus pandai-pandai
memilah dan memilih, agar tidak terjadi benturan. Harus bijaksana dalam
bersikap. Saya kira kalau kita tegas dan bijaksana, insyaa Allah mereka juga
akan faham. Dan sebagai seorang muslim sebenarnya anda juga punya kewajiban
untuk merubah adat kebudayaan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam itu. Sesuai
ajaran Nabi, untuk merubah suatu kemungkaran itu pertama dengan tangan, bisa di
artikan dengan kekuasaan, jika tidak mampu, maka dengan perkataan yang baik,
dan bijaksana, kalau keduanya tidak mampu, maka menolaknya dengan hati,
walaupun itu tingkatan paling rendah. Memang untuk menguatkan iman selalu akan
diuji sesuai tingkatannya. Ujian keimanan ini untuk menjadi iman kuat. Jadi,
semakin kuat iman, maka ujian akan semakin berat pula. Anggaplah apa yang
terjadi di lingkungan anda itu sebagai ujian iman anda. Walaupun dengan itu
anda dikucilkan, namun anda harus tetap baik kepada mereka. Mungkin dengan
membaca buku-buku kisah perjalanan Nabi, atau para ulama-ulama, imam-imam tersohor
dalam berdakwah dan mempertahankan imannya. Dengan begitu anda akan
termotivasi.
Adapun upaya agar iman tetap konsisten, maka berusahalah
ibadah dengan tekun. Shalat lima waktu dijaga, dan jangan sampai ada yang
terlupakan. Tetangga yang sakit, dibantu. Ada orang tidak mampu, maka jangan
segan-segan untuk membantu, hal ini untuk menjaga hubungan dengan lingkungan.
Selalu membaca Al-Qur’an. Bergaul dengan orang-orang yang baik. Shalat malam
diusahakan istiqamah. Ada baiknya anda simak firman Allah pada surah Al-Baqarah
: 177. Yang maknanya : “Bukanlah
menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi
sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat,
kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan
orang-orang yang meminta-minta dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan
shalat dan menunaikan zakat dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia
berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam
peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya) dan mereka itulah
orang yang bertakwa.
Wallahu a’lam
bishawaab