Jumat, 20 Maret 2015

MENGAPA SEHARUSNYA BEKERJA MA'ALLAH



وَقُلِ ٱعْمَلُوا۟ فَسَيَرَى ٱللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُۥ وَٱلْمُؤْمِنُونَ ۖ وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ عَٰلِمِ ٱلْغَيْبِ وَٱلشَّهَٰدَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ

"Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan."

QS. At-Taubah (9:105)

Al-Qur'an mengemukakan sejumlah kisah tokoh yang telah bekerja ma'allah. Misalnya,
Nabi Musa dapat menyelesaikan masalah rumit dengan begitu mudah ketika ia menyadari bahwa Allah terus bersamanya (QS. Asy-Syu'ara [26] : 62). Apa yang harus di lakukan agar setiap aktivitas kita selalu "disertai Allah" (Ma'allah)?

Dari kisah kesuksesan mereka, dapat ditemukan sejumlah prinsip dasar yang membuat seorang bekerja ma'allah. Disamping itu, dapat juga kita temukan dalam hadist Nabi yang memberikan petunjuk bagaimana cara agar seorang dapat bekerja ma'allah.

Menyadari Keterlibatan Allah Dalam Setiap Pekerjaan

Allah terus hadir bersama manusia. Setiap aktivitas apapun yang dilakukan oleh manusia selalu diawasi dan dimonitor langsung oleh Allah. Kesadaran akan keberadaan dan keterlibatan Allah ini kemudian disebut dengan muraqabah. Hal ini didasarkan sifat-sifat yang dikemukakan oleh Al-Qur'an bahwa Allah bersifat Al-Muhith (Maha Meliputi), Ar-Raqib (Maha Mengawasi), Al-'Alim (Maha Mengetahui), Al-Bashir (Maha Melihat), As-Sami', (Maha Mendengar). Dibawah pengawasan Allah ini, Allah menyerukan agar manusia melakukan kerja terbaik.

Bekerja adalah aktivitas dinamis dan mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan tertentu (jasmani dan rohani) dan dalam mencapai tujuannya tersebut, dia berupaya dengan sungguh-sungguh untuk mewujudkan prestasi yang optimal sebagai bukti pengabdian dirinya kepada Allah SWT.

Bekerja yang terbaik berawal dari sebuah perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Bekerja bersama Allah (Ma'allah) berarti pikiran harus lurus dibimbing wahyu, pelaksanaan harus dengan cara yang benar, dan kemudian hasil akhirnya diserahkan kepada Allah (tawakkal).

Dengan Kerja Hidup Lebih Bermakna

Seseorang layak untuk mendapatkan predikat yang terpuji seperti potensial, aktif, dinamis, produktif atau profesional, semata-mata karena prestasi kerjanya, karena itu agar manusia benar-benar "Hidup", dalam kehidupan ini ia memerlukan ruh (spirit). Untuk ini Al-Qur'an diturunkan sebagai "ruhan min amrina" yaitu spirit hidup ciptaan Allah, sekaligus sebagai "nur" (cahaya) yang tak kunjung padam, agar aktivitas hidup manusia tidak tersesat.

Pekerjaan yang dicintai Allah SWT adalah kerja yang berkualitas, yaitu pekerjaan yang memiliki empat makna yaitu : Amal Shalih (amal baik), Ihsan, Itqan dan Al-Birr (kebaikan).

Sedangkan pekerjaan yang dibenci Allah SWT adalah pekerjaan yang berakibat buruk bagi dirinya dan bagi orang lain, yang disebutnya sebagai perbuatan syaitan, perbuatan yang sia-sia, pekerjaan yang bercampur dengan keburukan, pekerjaan kamuflase yang nampak baik tetapi isinya buruk.

Islam memandang kerja sebagai ibadah, suatu pekerjaan memiliki nilai ibadah apabila :
Pertama, Ikhlas, yakni mempunya motivasi yang benar, yaitu untuk berbuat hal yang baik yang berguna bagi kehidupan dan dibenarkan oleh agama. Dengan proyeksi atau tujuan akhir meraih mardhatillah.
Kedua, Shawab (benar), yaitu sepenuhnya sesuai dengan tuntutan yang diajarkan oleh agama melalui Rasulullah SAW. Untuk pekerjaan ubudiyah (ibadah khusus), dan tidak bertentangan dengan suatu ketentuan agama dalam hal mu'amalat (ibadah umum).

Adapun agar nilai agamanya tidak luntur, maka perangkat kualitas etik kerja yang islami harus diperhatikan.

Prinsip Dasar Bekerja Ma'allah

Ajaran Islam banyak menyerukan agar manusia melakukan pekerjaan sebagai motivasi ibadah dengan selalu memberikan hasil karya dan kerjanya yang terbaik, bekerja semaksimal mungkin, bukan ala kadarnya. Kerja deengan memaksimalkan potensi terbaiknya inilah yang disebut sebagai ihsan (berbuat baik) atau Itqan (hasil terbaik). Allah SWT bahkan memerintahkan manusia agar meniru karya Allah dalam bekerja, "...dan berbuat baiklah karena Allah telah berbuat baik kepadamu" (QS. Al-Qashash [28]:77).

Ada beberapa prinsip kerja kreatif seseorang yang menyadari ma'allah dalam setiap aktifitasnya,diantaranya:

Pertama : Ash-Sholah (baik dan bermanfaat). Islam hanya memerintahkan atau menganjurkan pekerjaan yang baik dan bermanfaat bagi kemanusiaan, agar setiap pekerjaan mampu memberi nilai plus dan mengangkat derajat manusia baik secara individu maupun kelompok. "Dan masing-masing akan memperoleh deerajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya." (QS.Al-An'am:32).

Kedua : Al-Itqan (kemantapan atau perfectness). Kualitas kerja yang itqan atau perfect merupakan pekerjaan Tuhan (baca:Rabbani), kemudian menjadikan kualitas pekerjaan yang islami (QS.An-Naml:88). 
Rahmat Allah telah dijanjikan bagi setiap orang yang bekerja secara itqan, yakni mencapai standard ideal secara teknis. Untuk itu, diperlukan dukungan pengetahuan dan skill yang optimal. Dalam konteks ini, Islam mewajibkan umatnya agar terus menambah atau mengembangkan ilmunya dan tetap berlatih. Konsep itqan memberikan penilain lebih terhadap hasil pekerjaan yang sedikit atau terbatas tetapi berkualitas, dari pada output banyak, tetapi kurang bermutu. (QS.Al-Baqarah: 163).

Ketiga : Al-Ihsan (Melakukan yang terbaik atau lebih baik lagi). Kualitas ihsan mempunya dua makna dan memberikan dua pesan, yaitu: Pertama, Ihsan berarti yang terbaik yang dapat dilakukan. Dengan makna pertama ini, maka pengertian ihsan sama dengan itqan. Pesan yang dikandungnya adalah agar setiap muslim mempunyai komitmen terhadap dirinya untuk melakukan yang terbaik dalam segala hal yang bisa dikerjakannya. Kedua, Ihsan berarti "lebih baik" dari prestasi atau kualitas pekerjaan sebelumnya. Makna ini menekankan adanya peningkatan yang terus-menerus, seiring dengan bertambahnya ilmu pengetahuan, pengalaman, waktu dan sumber daya lainnya. Adalah suatu kerugian jika prestasi kerja hari ini tidak lebih baik dari hari sebelumnya, begitu sabda Nabi Muhammad SAW. Bahkan idealnya is harus tetap berbuat yang lebih baik, meski orang lain berbuat kejelekan atau kejahatan kepada dirinya. (QS.Fushshilat: 34 dan An-Naml:125).

Keempat : Al-Mujahadah (kerja keras dan optimal). Dalam banyak ayat, Al-Qur'an meletakkan kualitas mujahadah dalam bekerja pada konteks manfaatnya, yaitu untuk kebaikan manusia sendiri, dan agar nilai guna dari hasil kerjanya semakin bertambah. (QS. Ali Imran:142, Al-Maidah: 35, Al-Hajj:77,Al-Furqan:25, dan Al-Ankabut:69). Mujahadah dalam arti yang luas berarti mengerahkan segenap kemampuan yang ada dalam merealisasikan setiap pekerjaan yang baik. Mujahadah dapat juga diartikan sebagai mobilisasi serta optimalisasi sumber daya. Sebab sesungguhnya Allah telah menyediakan fasilitas segala sumber daya yang diperlukan melalui hukum taskhir, yakni menundukan seluruh isi langit dan bumi untuk manusia (QS. Ibrahim:32-33). Bermujahadah atau bekerja dengan ruhul jihad (semangat jihad) menjadi kewajiban setiap muslim rangka ikhtiar dan tawakkal sebelum menyerahkan hasil akhirnya pada putusan Allah SWT. (QS. Ali Imran:159 dan Hud:133).

Kelima : Tanafus dan Ta'awun (kompetisi dan tolong menolong). Al-Qur'an dalam beberapa ayatnya menyerukan persaingan dalam kualitas amal saleh. Misalnya, ada perintah fastabiqul khairat (QS. Al-Baqarah:108), wa sari'u ila maghfiratin min rabbikum (QS.Ali Imran:133-135). Kita temukan pula ungkapan tanafus untuk menjadi hamba yang gemar berbuat kebaikan, sehingga berehak mendapatkan surga, tempat segala kenikmatan (QS. Al-Mthaffifin: 22-26). Dinyatakan pula dalam konteks persaingan dan ketaqwaan, sebab yang paling mulia dalam pandangan Allah adalah insan yang paling taqwa (QS. Al Hujaray:13). Semua ayat ini menyerukan dan menyiratkan adanya tanafus (persaingan) dalam kualitas kerja.

Keenam : Mencermati Nilai Waktu.
Keuntungan ataupun kerugian manusia banyak ditentukan oleh sikapnya terhadap waktu. Oleh karena itu, jangan engkau tangguhkan pekerjaan hari ini hingga esok, karena pekerjaanmu akan menumpuk, sehingga kamu tidak tahu lagi mana yang harus dikerjakan dan akhirnya semua terbengkalai.

Wallahu A'lamu bish Shawab

Sumber : 
Buletin Dakwah Masjid Takhobbar, Penebar Sunnah, Penyamapi Amanah
Edisi : 130 Tahun III