Jumat, 30 Oktober 2015

Do'a Agar Terbebas dari Kesulitan Hidup

Oleh KH. Abdurrahman Nafis. Lc. M.HI (Buletin Jum'at Masjid Roudhotul Musyawaroh Kemayoran Surabaya)

Kalau diri kita dirundung suatu kesedihan maka diri kita dianjurkan oleh Rasulullah SAW untuk selalu berdo'a kepada Allah dan melakukan ikhtiar (usaha). Dan antara do'a dan ikhtiar tidak bisa di pisahkan satu dengan yang lainnya, seperti apa yang dikatakan oleh sahabat Abu Said Al-Khudhri radhiyallahu 'anhu : "Pada suatu hari Rasulullah shollallahu 'alaih wa sallam masuk masjid . Tiba-tiba ada seorang sahabat bernama Abu Umamah radhiyallahu 'anhu sedang duduk di sana. Beliau bertanya : "Wahai Abu Umamah, kenapa aku melihat kau sedang duduk di luar waktu sholat?" Ia menjawab : "Aku bingung memikirkan permasalahan hidupku dan hutangku, wahai Rasulullah." Beliau bertanya : "Maukah aku ajarkan kepadamu sebuah do'a yang apabila kau baca maka Allah ta'aala akan menghilangkan kebingunganmu dan melunasi hutangmu?" Ia menjawab : "Tentu, wahai Rasulullah." Beliau bersabda," Jika kau berada di waktu pagi maupun sore hari bacalah do'a :

Jumat, 23 Oktober 2015

Petunjuk Allah dalam Menghadapi Cobaan Hidup

Oleh : Drs. H. M. Roziqi, MM - Dakwah Jum'at Al Akbar Edisi 243 | 22 Syawal 1436 H

Setiap orang pasti pernah mengalami masa-masa sulit dalam mengarungi kehidupan di dunia ini. Kondisi seperti itu merupakan sunnatullah (telah digariskan oleh Allah). Pasang surut kehidupan, kebahagiaan dan kesusaahan, sehat dan sakit, kesuksesan dan kegagalan silih berganti mewarnai perjalanan hidup manusia. Karenanya, janganlah merasa aneh dan kaget jika menemui kondisi demikian. Itulah yang disebut roda kehidupan. Ibnu Athaillah, dalam kitabnya "Al Hikam" mengatakan :

Jumat, 16 Oktober 2015

Melembutkan Hati yang Mulai Mengeras

Para pembaca budiman yang semoga dirahmati Allah subhanahu wa ta'ala, ketika hati kita sudah enggan untuk melakukan sebuah amalan shalih, ketika hati kita tidak tergerak untuk melakukan kebaikan, maka kita harus segera menyadari bahwa hati kita sudah mulai mengeras. Bisa jadi kita tidak segera menyadarinya maka hati kita bisa menjadi batu bahkan menjadi mati. Kita harus segera kembali mencari cara agar hati kita bisa lembut kembali. Mencari jalan keluar agar hati kita bisa menggerakkan anggota badan kita agar bisa melakukan amalan-amalan shalih.

Kita harus memahami benar-benar cara agar hati kita segera lembut. Maka dari itu, agar hati kita bisa lembut kembali, atau bahkan agar hati senantiasa lembut maka kita harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

Jumat, 09 Oktober 2015

Harap dan Cemas dengan Cara yang Pas

Lembar Jum'at al-Qalam No. 32/2015

Pada suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melawat seorang pemuda yang sedang sakit keras.
Pemuda itu merasa ajalnya sudah hamper tiba. Sehingga ketika Rasulullah menanyakan keadaannya, pemuda itu menjawab, “Aku mencemaskan dosaku yang banyak dan berharap rahmat Allah, Tuhanku.”
Mendengar jawaban itu Rasululah bersabda,

Selasa, 06 Oktober 2015

Dialog “Amalan Substansial”


Oleh DR. KH. A. Musta’in Syafi’e. MAg. Al Hafizh – Dakwah Jum’at Al Akbar Edisi 249 – 24 Dzulhijjah 1436H

Pertanyaan
  • Amalan aoa yang pada zaman sekarang ini bisa diandalkan?
  • Umat Islam mempunyai panduan yang sempurna yaitu Al-Qur’an. Dengan panduan Al-Qur’an tersebut kehidupan dunia akan menjadi baik (Islami), namun kenyataan saat ini kehidupan Negara non muslim justeru lebih Islami disbanding Negara muslim sendiri. Bagaimana menurut Ustadz?


Jawaban

  • Nabi Muhammad adalah utusan Allah untuk menjadi guide (pemandu) bagi umatnya. Seorang guide harus lebih tahu liku-liku tempat yang menjadi tujuan, bahkan segala instrument yang bisa mengantar ke tempat tujuan tersebut. Seperti jasa travel yang tentu dia lebih tahu kondisi tempat tujuan, sehingga bagi konsumen yang akan menggunakan jasa tersebut telah diberitahu segala apa yang dipersiapkan untuk mendukung dan kebutuhan yang diperlukan di tempat tujuan. Seorang yang akan pergi ke akhirat, harus melalui guide nya, karena dialah yang lebih tahu akan persiapan menuju ke sana. Dan akhirat itu, sudah ada taripnya sendiri-sendiri, sehingga surge itu bisa dibooking mulai sekarang (dunia). Maka beruntunglah kepada orang yang kaya, mereka sudah diberi kesempatan Allah untuk membeli surga. Sehingga, menjadi orang kaya, kok sampai tidak masuk surge, berarti sudah keterlaluan. Apa yang disampaikan Rasul, pasti sama dengan yang diinginkan Allah. Dan Allahlah yang lebih tahu tentang akhirat, surge, neraka, dll dan segala yang diperlukan untuk berangkat ke sana.


Amalan andalan seorang muslim tidak harus membutuhkan biaya besar. Masing-masing mempunyai tingkatan tersendiri. Seorang yang menjadi pemangku kebijakan, maka amalan andalannya adalah kebijakan yang adil. Ilmuwan, amal andalannya adalah ilmunya bisa bermanfaat bagi orang lain. Orang kaya, dermawan. Orang miskin adalah doanya mustajabah (di terima) maka peluangnya adalah mengandalkan doanya untuk mendoakan orang lain.

  • Allah sebagai Tuhan semesta alam, merespon semuanya, baik yang beriman maupun yang tidak beriman. Mereka diberi fasilitas dan kesempatan yang sama di dunia. Manusia diciptakan atas kehendak-Nya, maka Dia sangat sayang dan tanggungjawab terhadap segala fasilitasnya. Karena itu, kitab suci yang diturunkan (Al-Qur’an) bukan khusus untuk umat Islam. Jadi, kitab suci Al-Qur’an adalah kitab suci panduan bagi seluruh umat manusia (hudan lin naas). Dan tentu juga panduan khusus kepada orang yang bertaqwa (hudan lil muttaqin). Bedanya, kalau bagi orang bertaqwa bisa memanfaatkan Al-Qur’an universal baik, dunia maupun akhirat, tetapi kalau non muslim, memanfaatkan Al-Qur’an hanya untuk dunia saja. Seorang peneliti di Seoul Korea menugaskan para peneliti yang lain untuk mencari kitab yang berbicara masalah kulit. Tetapi kemudian ditemukan dalam Al-Qur’an yang membicarakan sifat kulit, namun konteknya di neraka (QS. An Nisaa’ [4] : 56).



Bagi umat Islam, ayat ini konteknya dalam rangka umat Islam takut akan masuk neraka, karena siksaan yang begitu menakutkan, agar lebih bertaqwa, sehingga terhindar darinya. Tetapi, bagi non muslim yang ilmuwan, memandang bahwa itu infromasi dari kita suci bahwa kulit itu mempunyai sifat peremajaan. Maka di Korea lah yang sangat maju dalam dunia kulit, sehingga operasi plastic menjamur di mana-mana. Alangkah idealnya jika, umat Islam memanfaatkan kedua-duanya. Pertanyannya, apakah orang yang tidak beriman tersebut mendapat pahala? Jawabannya pasti dibalas oleh Allah sewaktu di dunia, baik itu kehormatannya, kesehatannya ataupun bisnisnya, karena Allah tidak pernah ingkar janji. Tetapi urusan akhirat akan terbentur dengan paspor iman.

Jumat, 02 Oktober 2015

AMALAN SUBSTANSIAL


Oleh DR. KH. A. Musta’in Syafi’e. MAg. Al Hafizh – Dakwah Jum’at Al Akbar Edisi 249 – 24 Dzulhijjah 1436H

Allah berfirman dalam surah Al-Insaan [76] : 1 yang maknanya : Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang Dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut? Ayat ini seolah menyindir agar umat manusia kembali melihat dirinya. Sesungguhnya sebelum kita ada di dunia ini dulu kita ada di mana? Al-Qur’an memberi isyarat, bahwa manusia itu sebelumnya tidak pernah disebut, kemudian ada. Lalu oleh Al-Qur’an diingatkan, tentu ada tujuan yang sangat besar. Kesementaraan manusia berada di dunia ini, bisa dibandingkan dengan sesuatu di luar manusia itu sendiri. Perabot rumah tangga yang berada di rumah, lebih lama mendiami di dunia ini dibanding manusia. Untuk itu, orang tidak perlu membicarakan awal mulanya. Justeru agama menekankan bagaimana akhirnya. Tidak dipersoalkan kita lahir dari siapa, kiai, ustadz, orang miskin, orang kaya, bahkan anak pezina sekalipun, tidak dipersoalkan, tetapi yang dipersoalkan adalah akhir hayatnya, membawa keimanan atau tidak. Sehingga, tidak ada jaminan seorang kita mati dalam khusnul khatimah. Namun, amalan-amalan kita yang kontinyu, yang mengarah kepada kebajikan, itulah yang menuntun kita khusnul khatimah menghadap kepada-Nya.

Untuk itu, dibutuhkan kecerdasan dalam amal. Sehingga seorang muslim dituntut untuk beramal substansial, tidak tergoda dengan amalan-amalan formalitas belaka. Studi Al-Qur’an pernah bertanya, kenapa surah perdana, Al-Alaq, justeru turunnya di Goa Hira’. Kenapa Allah tidak menurunkan surah perdana di tempat yang ramai, tempat yang menjadi sentral manusia berkumpul seperti di Ka’bah. Padahal umumnya kita, jika akan launching sebuah produk atau sebuah komunitas, pasti memilih tempat-tempat yang glamour, biar lebih cepat dikenal oleh masyarakat. Peran substansial membuktikan bahwa di samping memang sudah taqdir Allah, jika kita mencoba menalarnya, ternyata di Goa Hira’ itulah tempat Rasulullah SAW berikhtiar untuk mendownload hidayah dari Allah, melalui riyadhah. Itu bisa diartikan bahwa hidayah, prestasi keimanan, amalan-amalan itu bukan ditunggu, tetapi diikhtiari.

Salah satu godaan orang dalam hal mengumpulkan prestasi amal-amal yang baik, jangan sampai terjebak pada seremoni atau formalistik, yang sangat rawan berpotensi riya’. Syarat orang beramal yang pertama adalah niat, walaupun sudah berusaha niat dengan ikhlas, tetapi belum selesai sampai di situ saja, karena di tengah mengerjakan itu syetan hadir dengan khannas (timbul tenggelam), ditiup kemudian dibiarkan dst. Unsur riya’ sedikit saja akan menghilangkan amal substansial. Sebagai contoh, yang menjadi tren sekarang adalah orang bershalawat di mana-mana. Para Habib turun mengumandangkan shalawat di mana-mana. Maka, syetan hadir, benarkah mereka shalawat atau hanya show dalam shalawat. Pedomannya adalah bahwa bershalawat itu harus dalam keadaan hudhuur (hatinya hadir) kepada Rasulullah SAW. Kalau kita menyuguhi minuman kepada seorang kiai, tentu dengan adab yang sangat sopan, tidak mungkin dengan cengengesan. Jadi, hakekat membaca shalawat yang substansial, yaitu mengahturkan shalawat kepada Rasulullah SAW dengan penuh khusyu’. Jika unsur musik, unsur cengengesan lebih dominasi dibanding unsur hudhuurnya, maka artinya bernyanyilah lebih banyak dari pada bershalawat.

Ketika istighatsah digelar untuk memohon kepada Allah, yang dilambangkan seperti orang yang mengerjakan shalat istisqa’, sehingga yang hadir harus menggunakan tsiyaabul fadhlah (pakaian sederhana), bahkan sebelumnya diusahakan untuk puasa dahulu. Dalam majelis itu seluruhnya khusyu’ memohon kepada Allah untuk segera diberi air hujan. Istighatsah seharusnya seperti itu, namun akhir-akhir ini menjadi ajang tersendiri, yakni digunakan untuk pementasan para pejabat di hadapan rakyatnya. Sangat disayangkan, padahal sebagaimana firman Allah dalam surah Al Anfaal [9] : 9.
Siapapun yang secara bersama-sama memohon kepada Allah, dengan cara yang bagus,maka Allah akan mengabulkannya. Artinya jika ada kelompok orang yang melakukan istighatsah kemudian tidak mendapat ijabah, maka perlu dipertanyakan apakah mereka melakukan itu hanya substansial ataukah hanya formalistik.

Bulan lalu, jamiyah NU bermuktamar, dan dalam waktu bersamaan Muhammadiyah juga bermuktamar, dan hampir bersamaan pula MUI juga bermusyawarah besar. Namun semuanya tidak ada yang mengangkat masalah tentang “pengentasan kemiskinan” menjadi rekomendasi utama mereka. Yang ada hanya Islam Nusantara, Islam berkemajuan, Peradaban, dll. Padahal substansi keagamaan menurut surah Al Maauun [107] , pendusta agama itu bukanlah mereka yang malas melakukan shalat, tetapi mereka yang terdepan, orang yang menjadi pendusta agama adalah orang yang tidak mempunyai kepedulian sosial. Sementara, ahli ekonomi menghitung biaya ke Makkah yang digunakan umat Islam untuk umrah dan haji dalam satu tahun sekitar 170 triliun. Artinya Islam mengedepankan, bahwa amal substansial yang bisa bermanfaat bagi orang lain lebih dilihat oleh Allah dibanding dengan bermanfaat bagi diri sendiri.

Terakhir, sebaiknya seorang muslim mempunyai amal andalan. Artinya seorang muslim hendaknya ibadahnya tidak hanya rutinitas saja tetapi harus mempunyai amal yang diyakini dalam diri kita sendiri bahwa amal itulah yang berpotensi bisa menghantarkan kita masuk surga dengan amalan itu.