PERTANYAAN
- Jika seorang pemimpin bukan muslim, ketaatan yang bagaimana yang harus diterapkan?
- Kita punya kewajiban untuk menyampaikan kebenaran kepada siapapun. Sementara negara mengakui beberapa agama, bagaimana menyikapinya?
1. Taat yang dimaksud dari khutbah tadi, bahwa kita diperintah untuk taat kepada orang yang mempunyai otoritas untuk mengatur perihal publik yang kita amanatkan kepada dia. Misalnya dalam urusan organisasi di mana telah dipilih seorang ketua, maka dia punya kewenangan untuk membawa organisasi tersebut sesuai visi dan misinya. Dan organisasi akan tertib, jika anggota-anggotanya mempunyai loyalitas kepada pemimpinnya. Perintah taat ini dari Allah, kecuali kalau pemimpin itu mengajak maksiat kepada Allah. Pemimpin mengajak membersihkan kantor, mengajak menyiapkan layanan yang baik untuk masyarakat, maka sebagai anggota dituntut untuk taat. Taat yang seperti inilah yang harus dilakukan seorang yang beriman, agar kehidupan ini terselenggara dengan baik. Jadi, ukurannya maksiat atau tidak. Jika seorang pemimpin melakukan kesalahan, maka disampaikan kritik dengan cara ihsan (baik). Rasulullah SAW mengajarkan untuk tidak mengungkapkan secara terang-terangan di muka publik, tetapi ajak dia ke suatu tempat yang kondusif, kemudian di sampaikan. Inilah ajaran iman. Kalau dia bisa menerima, syukur, tetapi kalau tidak dia sudah melaksanakan apa yang menjadi hak pemimpinnya untuk ditegur, dan dia sudah melaksanakan yang menjadi kewajibannya untuk menegur. Sehingga, di dalam Islam tidak ada paksaan, karena semuanya akan ada pengadilannya sendiri-sendiri.
2. Islam datang bukan untuk memaksakan aqidah, bukan untuk memerangi orang. Tetapi Islam datang untuk mengajak, melayani dialog ke jalan Allah. Karena semua manusia diciptakan oleh Allah sebagai figur yang merdeka. Dia diberi kemerdekaan untuk memilih dengan konsekuensinya sendiri-sendiri. Jadi, orang yang memilih kafir itu memang Allah berikan dia pilihan untuk itu. Kalau tidak, Allah bisa saja menjadikan seluruh umat ini beriman. Allah memberlakukan di dunia ini rules of the game (aturan main) di mana seseorang diberi perangkat akal, hati, diutusnya Rasul, maka kemudian dipersilakan untuk memilih. Karena informasi sudah diberikan, di mana kalau memilih kanan, akan menempati tempat yang sejuk, dan penuh kesenangan, tetapi kalau dia pilih kiri akan menempati tempat yang panas, penuh kesengsaraan. Ketika dia sudah memilih, maka di akhirat setiap orang merasa tidak ada yang didholimi. Saya masuk neraka adalah pilihan saya, yang dia minta adalah ya Allah kembalikan saya ke dunia, sebentar saja, maka saya akan bersedekah, dan saya akan menjadi orang yang sholeh. Tidak ada yang mengkritik Allah tidak adil, karena sudah cukup informasi yang diberikan kepada kita.
Jadi, Islam datang untuk damai. Karena itu, kita diajari lakum diinukum waliya diin (bagimu agamamu, bagiku agamaku). Kalau antara orang kafir dan beriman ini mengembangkan hidup berdampingan secara damai, maka perdamaian itu berlaku untuk semua. Orang yang berbeda itu tetap dijaga keamanannya. Dan tidak ada yang bisa menjamin orang yang kafir itu selamanya kafir, karena masih ada kemungkinan menjadi beriman.Maka dakwah tidak boleh berhenti, dan tidak boleh disampaikan dengan kebencian, tetapi dengan kasih sayang dan senyuman. (QS. An Nisa [4] : 140)
Allah menciptakan apapun yang ada di dunia ini pasti ada guna dan manfaatnya. Begitu juga dengan orang kafir, dari segi keyakinan berbeda, tetapi dari segi keahlian teknologi dia menguasai, maka tidak ada salahnya kalau kita memanfaatkan keahlian mereka. Membuat kapal terbang mereka bisa, maka kita memanfaatkan dengan membelinya, atau menggunakan armadanya dst. Kita punya kewajiban menyampaikan kebenaran, tapi tidak memaksakan, karena hidayah hanya milik Allah. Kalau mereka tidak mau diajak kepada kebenaran, maka tidak masalah. (QS. At Taubah [9] : 129)