Oleh KH. Ali Maschan Moesa,
Dakwah Jum'at Al-Akbar Edisi 274 | 11 Maret 2016
Berbicara kesehatan jasmani dan rohani, pada dasarnya sudah
berbicara hakekat ajaran Islam, yakni rahmatan lil aalamiin (rahmat bagi
seluruh alam). Dari kitab tafsir yang ada, yang dimaksud rahmatan lil aalamiin
ada tiga hal. Pertama, an yakuuna kullu fardin mashdara lil khairin li jamaa’atihi
(agar masing-mmasing pribadi, menjadi sumber kebaikan bagi kelompoknya). Kedua,
iqaamatul 'adaalah (menegakkan keadilan). Pada umumnya mayoritas bicara menegakkan hukum, tetapi dalam kontek Islam penegakan hukum itu alat, instrument
untuk mewujudkan suatu keadilan. Sebab bisa saja penegakan hukum itu justeru
bertujuan penghianatan terhadap hukum. Sebab itu Rasulullah SAW mengingatkan,
bahwa orang yang bekerja di ranah hukum harus hati-hati, karena hakim ada tiga,
yang satu masuk surga, sedang yang dua masuk neraka. Ketiga, tahqiiqul
mashlahah (mewujudkan kemaslahatan). Dari ketiga itu, intinya kemaslahatan,
baik kemaslahatan pribadi maupun umum. Dan kemaslahatan itu bermula dari
kesehatan jasmani dan rohani.
Para Ulama menjelaskan bahwa kemaslahatan itu ada lima hal
yang paling pokok. Pertama, al muhaafadhah ‘alad diin (menjaga agama). Menjaga
kesucian agama, merupakan modal kesehatan lahir dan bathin. Kedua,
almuhaafadhah ‘alaa an nafs (menjaga jiwa). Membunuh orang lain tidak
dibenarkan, walaupun atas nama Islam. (QS. An Nisa’ [4] : 93). Yang maknanya :
Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja Maka balasannya
ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan
mengutukinya serta menyediakan azab yang
besar baginya.
Ketiga, al muhaafadotu alan nasl (menjaga keturunan).
Keempat, al muhaafadhotul alal aql (menjaga akal). Akal juga harus dijaga. Oleh
sebab itulah, kemudian minuman keras diharamkan, karena akan mempengaruhi kesehatan
akal. Kelima, al muhaafadhotu alal maal (menjaga harta). Hak milik harta
memang Allah, tetapi manusia mempunyai hak pinjam sementara. Maka, tidak
boleh harta yang sudah dipinjamkan kepada seseorang, kemudian orang lain
mengambil tanpa ijin, karena dia juga harus menjaganya dan nanti akan
dipertanggung-jawabkannya.
Dalam menjaga kesehatan jasmani dan rohani, maka Rasulullah
SAW lah sebagai suri tauladan yang harus kita contoh. Konon, selama hidup
Rasulullah SAW hanya sakit dua kali. Yaitu setelah menerima wahyu pertama,
ketika itu beliau mengalami ketakutan yang sangat sehingga menimbulkan demam
hebat. Yang satunya lagi menjelang beliau wafat. Saat itu beliau mengalami
sakit yang sangat parah, hingga akhirnya meninggal. Ada pula yang menyebutkan bahwa
Rasul mengalami sakit lebih dari dua kali.
Berapapun jumlahnya dua, tiga atau empat kali, memperjelas
bahwa beliau memiliki fisik sehat dan daya tahan luar biasa. Padahal kondisi
alam Jazirah Arabia waktu itu terbilang keras, tandus dan kurang bersahabat.
Siapapun yang mampu bertahan puluhan tahun dalam kondisi tersebut plus berpuluh
kali peperangan yang dijalaninya, pastilah memiliki daya tahan tubuh yang
hebat.
Mengapa Rasulullah SAW jarang sakit? Pertanyaan ini menarik
untuk dikemukakan. Secara lahiriah, Rasulullah SAW jarang sakit karena mampu
mencegah hal-hal yang berpotensi mendatangkan penyakit. Dengan kata lain beliau
sangat menekankan aspek pencegahan daripada pengobatan. Jika kita telaah Al-Qur’an
dan Al-Sunnah, maka kita akan menemukan sekian banyak petunjuk yang mengarah
pada upaya pencegahan. Hal ini mengindikasikan betapa Rasulullah SAW sangat
peduli terhadap kesehatan. Ada beberapa kebiasaan positif yang membuat Rasulullah SAW
selalu tampil fit dan jarang sakit. Diantaranya :
Pertama, selektif terhadap makanan. Tidak ada makanan yang
masuk ke mulut beliau, kecuali makanan tersebut memenuhi syarat halal dan
thayyib (baik). Halal berkaitan dengan urusan akhirat, yaitu halal cara
mendapatkannya dan halal barangnya. Sedangkan thayyib berkaitan dengan urusan
duniawi, seperti baik tidaknya atau bergizi tidaknya makanan yang dikonsumsi.
Salah satu makanan kegemaran Rasul adalah madu. Beliau biasa meminum madu yang
dicampur air untuk membersihkan air liur dan pencernaan. Rasul bersabda, “Hendaknya
kalian menggunakan dua macam obat, yaitu madu dan Al-Qur’an” (HR. Ibnu Majah
dan Hakim)
Kedua, tidak makan sebelum lapar dan berhenti makan sebelum
kenyang. Aturannya, kapasitas perut dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu
sepertiga untuk makanan (zat padat), sepertiga untuk minuman (zat cair), dan
sepertiga lagi untuk udara (gas). Beliau bersabda : “Anak Adam tidak memenuhkan
suatu tempat yang lebih jelek dari perutnya. Cukuplah bagi mereka beberapa suap
yang dapat memfungsikan tubuhnya. Kalau tidak ditemukan jalan lain, maka (ia
dapat mengisi perutnya) dengan sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk
minuman, dan sepertiganya lagi untuk pernafasan” (HR Ibnu Majah dan Ibnu
Hibban).
Ketiga, makan dengan tenang, tumaninah, tidak tergesa-gesa,
dengan tempo sedang. Apa hikmahnya? Cara makan seperti ini akan menghindarkan
tersedak, tergigit, kerja organ pencernaanpun jadi lebih ringan. Makan pun bisa
dikunyah dengan lebih baik, sehingga kerja organ pencernaan bisa berjalan
sempurna. Makanan yang tidak dikunyah dengan baik akan sulit dicerna. Dalam
jangka waktu lama bisa menimbulkan kanker di usus besar.
Keempat, cepat tidur dan cepat bangun. Beliau tidur di awal
malam dan bangun pada pertengahan malam kedua. Biasanya, Rasulullah SAW bangun
dan bersiwak, lalu berwudhu dan shalat sampai waktu yang diizinkan Allah.
Beliau tidak pernah tidur melebihi kebutuhan, namun tidak pula menahan diri
untuk tidur sekadar yang diibutuhkan. Penelitian Daniel F Kripke, ahli
psikiatri dari Universitas California menarik untuk diungkapkan. Penelitian
yang dilakukan di Jepang dan AS selama 6 tahun dengan responden berusia 30-120
tahun mengatakan bahwa orang yang biasa tidur 8 jam sehari memiliki resiko
kematian yang lebih cepat. Sangat berlawanan dengan mereka yang biasa tidur 6-7
jam sehari. Nah, Rasulullah SAW biasa tidur selepas Isya untuk kemudian bangun
malam. Jadi beliau tidak tidur lebih dari 8 jam.
Cara tidurnya pun sarat makna. Ibnul Qayyim Al Jauziyyah
dalam buku Metode Pengobatan Nabi mengungkapkan bahwa Rasul tidur dengan
memiringkan tubuh ke kanan, sambil berzikir kepada Allah hingga matanya terasa
berat. Terkadang beliau memiringkan badannya ke sebelah kiri sebentar, untuk
kemudian kembali ke sebalah kanan. Tidur seperti ini merupakan tidur paling
efisien. Pada saat itu makanan berada dalam posisi yang pas dengan lambung
sehingga dapat mengendap secara proporsional. Lalu beralih ke sebelah kiri
sebentar agar proses pencernaan makanan lebih cepat karena lambung mengarah ke
liver, baru kemudian berbalik lagi ke sebelah kanan hingga akhir tidur agar
makanan lebih cepat tersuplai dari lambung. Hikmah lainnya, tidur dengan mirik
ke kanan menyebabkan beliau lebih mudah bangun untuk shalat malam.
Kelima, istiqamah melakukan puasa sunnat, di luar puasa
Ramadhan. Karena itu, kita mengenal beberapa puasa sunnat yang beliau anjurkan,
seperti Senin dan Kami, ayyamul bith (Hari putih tgl : 14,15 dan 16 bulan
Hijriyah), puasa Daud, puasa enam hari di bulan syawal dsb. Puasa adalah
perisai terhadap berbagai macam penyakit jasmani maupun rohani. Pengaruhnya
dalam menjaga kesehatan, melebur berbagai ampas bahaya sangat luar biasa. Puasa
menjadi obat penenang bagi stamina dan organ tubuh sehingga energinya tetap
terjaga. Puasa sangat ampuh untuk detoksifikasi (pembersihan racun) yang
sifatnya total dan menyeluruh. Dan selain lima cara hidup sehat ini, masih
banyak kebiasaan Rasulullah SAW yang layak kita teladani.
Yang tak kalah penting dari ikhtiar lahir. Rasulullah sangat
mantap dalam ibadah ritualnya, khususnya dalam Shalat. Beliau pun memiliki
keterampilan paripurna dalam mengelola emosi, pikiran dan hati.
Penelitian-penelitian terkini dalam bidang kesehatan membuktikan bahwa
kemampuan dalam mengelola hati, pikiran dan perasaan, serta intensif dengan
Dzat Yang Maha Tinggi akan menentukan kualitas kesehatan seseorang, jasmani
maupun rohani.
Wallahu a’lam